Kekeliruan Buku Pendidikan (6):
Setiap Anak "Cerdas" (Multiple Intelligences)
Dalam buku Sekolahnya Manusia, hal. xxii, Munif Chatib berkata, "... saya menjelaskan teori multiple intelligences yang dikembangkan oleh Howard Gardner sebagai landasan teori."
Dalam artikel
"Apa Itu Multiple Intelligences (MI)?" dituliskan, "Kecerdasan
yang dijelaskan Gardner yaitu:
1. Verbal-linguistik
Berkaitan dengan
kata-kata, lisan atau tertulis. Orang-orang yang ahli dalam area ini umumnya
bagus dalam menulis, orasi dan cenderung belajar dari metode ceramah. Mereka
juga cenderung memiliki kosa kata yang luas serta belajar bahasa dengan mudah.
2. Logis-matematis
Berkaitan dengan
angka dan logika.Mereka yang cenderung memiliki kecerdasan ini umumnya unggul
dalam matematika dan pemrograman komputer. Karir kemungkinan melibatkan sains
dan pemrograman komputer.
3. Visual-spasial
Berkaitan dengan
gambar dan ruang. Orang-orang pada kelompok ini umumnya memiliki koordinasi
penglihatan yang tinggi, dapat menafsirkan seni dengan baik. Orang orang
seperti ini biasanya artis, pekerja tangan dan insinyur.
4. Kinestetik-jasmani
Berkaitan dengan
koordinasi otot, gerakan dan melakukan sesuatu. Pada kategori ini, umumnya
orang yang mahir dalam olah raga dan tari, bekerja lebih baik ketika bergerak.
Sebagai tambahan, mereka belajar lebih baik dengan melakukan sesuatu dan
berinteraksi secara fisik. Kebanyakan penari, pesenam dan atlet berada pada
kategori ini.
5. Musikal
Berkaitan dengan
pendengaran. Mereka yang baik dalam kecerdasan ini cenderung menyanyi dan
memiliki pola titinada yang lebih baik, serta lebih menyukai musik. Musik juga
membantu mereka yang berada pada kategori ini bekerja lebih baik, selain itu
belajar cenderung lebih menyerap jika melalui ceramah.
6. Interpersonal
Berkaitan dengan
interaksi dengan yang lain. Orang-orang yang termasuk kategori ini biasanya
ekstrovert dan baik dengan orang-orang. Mereka bisa bersifat karismatik,
meyakinkan dan diplomatis. Mereka cenderung belajar lebih baik dalam kelompok,
misalnya dalam diskusi.
7. Intrapersonal
Berkaitan dengan diri
sendiri. Orang- orang yang termasuk kategori ini seringkali introvert dan
memiliki filosofi yang sangat rumit. Mereka seringkali berakhir dalam karir
keagamaan atau psikologi dan suka menyendiri.
8. Naturalis
Berkaitan dengan
alam. Orang-orang pada kategori ini tidak hanya baik dengan kehidupan tapi juga
dengan berbagai fungsi dan mekanisme di belakangnya; bahkan kebanyak orang
dalam kategori ini mengklaim merasakan kekuatan kehidupan dan energi. Pada area
ini biasanya ahli biologi atau lingkungan."
Inilah konsep yang
beberapa tahun terahir ini, jagad pendidikan diramaikan oleh teori pendidikan
yang mula-mula dicetuskan oleh Howard Gardner. Teori tersebut adalah teori
Multiple Intelligences.
Teori ini berpendapat
bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Kecerdasan-kecerdasn itu antara
lain: kecerdasan musikal, kinestetik, logis- matematis, linguistik, spasial,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Benarkan demikian?
Kita sebagai seorang
muslim, harus mengetahui, Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu." (QS. Al Hujuraat
[49]:6 )
Kriteria orang fasik,
bisa saja ini seorang muslim, maka beritanya tetap dicek kebenarannya. Apalagi
seorang non muslim, maka seharusnya kita lebih komprehensif lagi dalam mengecek
kebenarannya.
Kalau begitu, mari
kita "kupas" teori ini. Yang mana, kita mengaggap teori ini merupakan
"evolusi" dari sistem pendidikan kita selama ini.
Teori ini muncul ada
tahun 1965, oleh Howard Gardner. Ia menyatakan bahwa setiap orang memiliki
semua komponen (spectrum) kecerdasan, memiliki sejumlah kecerdasan yang
tergabung yang kemudian secara personal menggunakannya dalam cara yang khusus.
(Teaching and Learning through Multiple Intelligences, Massachusetts: Allyn and
bacon, 1996, Hal.XV
Berkata Alamsyah
Said, S.Pd., M.Si.,
"... membaca
buku “Intelligence Reframed” karya Howard Gardner. Apa yang ada dibenak saya
seolah terbukti, bahwa acuan dan landasan pemikiran teori multiple intelligences
Howard Gardner mengacu pada teori evolusi Darwin. Acuan ini semakin menguat
ketika referensi tokoh yang ditampilkan Gardner berlatar belakang
Anglo-Katolik-Yahudi-Ortodoks, Kristen, Hindu dan Atheis."
Astagfirulloh! Ini
merupakan ancaman buat kita, bahwa ternyata teori ini dibangun bukan di atas
agama Islam, bukan dari al-Qur'an dan as-Sunnah.
Maka betul apa yang
sempat dikatakan oleh seorang pendidik,
"Pintu terbesar
yang paling mudah dimasuk oleh Yahudi adalah 2. Yaitu dunia psikologi dan dunia
pendidikan."
Maka mari kita
waspadai teori MI ini.
Buku 'Frames of Mind'
yang ditulis Howard Gardner pada 1983 kemudian mengedepankan tujuh representasi
mental berlandaskan teori psikologi perkembangan Charles Darwin. Dari tujuh
representasi mental tersebut, Gardner memunculkan tujuh klasifikasi
“kecerdasan” yang independen dan terbagi. Singkatnya, evolusi adalah password
“ilmiah” yang digunakan Howard Gardner dalam penekanan teori multiple
intelligences.
Dan jawaban tentang
teori evolusi Darwin ini, telah disampaikan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Saleh
Al Utsaimin rahimahullah,
“Ucapan ini tidak
benar, bahwa asal muasal manusia adalah monyet (teori evolusi). Dan meyakininya
adalah kekafiran karena merupakan tindakan mendustakan Al-Qur`an. Hal itu
karena Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa asal penciptaan manusia adalah dari
tanah, dengan diciptakannya Adam alaihissalam sebagai nenek moyangnya manusia.
Kemudian Allah Ta’ala menjadikan (baca: menciptakan) anak keturunannya (Adam)
dari air yang hina (sperma).
Sementara monyet yang
kita kenal adalah jenis lain dari makhluk (Allah). Dia adalah makhluk yang
diciptakan sudah demikian asalnya, Allah Tabaraka wa Ta’ala menciptakannya
dengan sifat seperti itu. Sama seperti keledai, anjing, baghal, kuda, onta,
sapi, kambing, rusa, ayam, dan selainnya.
Karenanya tidak boleh
ada seorangpun, bahkan tidak boleh bagi negara Islam yang menyandarkan dirinya
kepada Islam untuk menjadikan hal ini sebagai kurikulum dalam sekolah-sekolah
mereka. Bahkan wajib atas (pemerintah) negara tersebut untuk menghilangkan ilmu
ini dari sekolah sekolah mereka. Karena jika siswa tumbuh dengan keyakinan
seperti ini sejak kecilnya, maka dia akan sulit untuk terlepas darinya. Bahkan
saya menilai tidak bolehnya untuk mengajarkan hal ini di sekolah-sekolah
walaupun itu dalam rangka untuk membantah dan menyanggahnya. Akan tetapi ilmu
ini dibantah tanpa harus diajarkan di sekolah-sekolah. Karena meletakkan
sesuatu lalu berusaha untuk mencabutnya akan menimbulkan mafsadat. Akan tetapi
tidak meletakkannya (baca: mengajarkannya) dari awal sama sekali itu lebih baik
daripada meletakkannya kemudian baru dicabut (baca: dibantah) dan
disanggah.” [Kaset Nur Ala Ad-Darb no.
55]
Inilah keruntuhan
teori Darwin.
Pertanyaannya,
mengapa teori multiple intelligences masih bertahan? Alamsyah Said menjawab,
"Howard Gardner tidak sendirian, ia mendapat legitimited dari para kolega
ilmuwan Anglo-Katolik-Yahudi Ortodoks, Kristen, Hindu dan Atheis memberikan
dukungan akademik (intelektual-moralis) terhadap kebenaran teori evolusi
Darwin."
Maka dari itu, kita
tak boleh latah dengan teori MI (Multiple Intelligences) ini.
Bahkan Adi Guritno
berkata dalam artikel 'Kritik Terhadap Teori Multiple Intelligences Howard
Gardner',
"Belum ada tes
yang mampu mencakup serangkaian instrumen untuk mengukur kecerdasan itu secara
absolut."
Coba kita melangkah,
lihat kecerdasan musikal, apakah ini dibenarkan dalam Islam? Mungkinkah Alloh
menciptakan manusia dengan kecerdasan musikal? Sementara Alloh dan Rosul-Nya
mengharamkan musik!
Allah Ta’ala
berfirman, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna sehingga dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan.” (QS. Luqman: 6)
Abdullah bin Mas’ud
berkata menafsirkan ‘perkataan yang tidak berguna’, “Dia -demi Allah- adalah
nyanyian.”
Demikianlah
kekeliruan MI ini.
Kalau kita mau jujur
secara akademik terhadap fakta-fakta sejarah kehidupan, maka kita akan sepakat,
bahwa jauh sebelum legitimasi akademik Howard Gardner, para salaf telah
menunjukkan bukti "multiple" kecerdasan. Mari kita tengok Sahabat
Rasulullah Muhammad, Salman Al-Farisi rodiyallohu anhu memberikan solusi
terhadap problem pengepungan Quraisy dengan pengenalan peta wilayah yang sangat
baik. Usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang menyerang Romawi di usia 22
tahun. Dan lain sebagainya.
Pertanyaannya adalah,
"Apakah dengan kecerdasan itu mereka diciptakan?"
Bukan!
Cobalah kita membuka
lembaran lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di
sana, Allah Ta’ala berfirman, “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. ” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Abdurrahman As Sa’di
dalam tafsir beliau mengatakan, “Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia
dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu
ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya,
bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada Nya dan
berpaling dari selain-Nya.”
Dari sini, kita
katakan bahwa orang-orang yang diberikan kecerdasan senantiasa
mengalokasikannya untuk peribadahan kepada Alloh semata. Bertauhid! Jauh dari
syirik! Sehingga hidup dan matinya hanya untuk Alloh subhanahu wa ta'ala.
Shahabat yang mulia,
putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma
mengabarkan,
“Aku sedang duduk
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki
dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu berkata,
‘Ya Rasulullah,
mukmin manakah yang paling utama?’
Beliau menjawab,
‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka. ’
‘Mukmin manakah yang
paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi.
Beliau menjawab:
“Orang yang paling
banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah
mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas. ” (HR. Ibnu Majah no. 4259,
dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)
Inilah hakikat dari
"kecerdasan", yakni menambah keimanan kepada Alloh subhanahu wa
ta'ala dan agar kita mempersiapkan bekal menuju akhirat.
Semoga Alloh
subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua....[]
--Bontote'ne, 4 Sya'ban 1435 H
https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202093897497484