oleh Amin Saefullah Muchtar
Kedua, hadis-hadis yang menerangkan tata cara ibadah berupa
salat, zikir-zikir, dan doa-doa pada nishfu Sya’ban
A. Dari Ali bin Abu Thalib
Ibnul Jauzi meriwayatkan dari Muhammad bin Naashir
Al-Haafizh, dari Abu Ali Al-Hasan bin Ahmad bin Al-Hasan Al-Haddaad, dari Abu
Bakar Ahmad bin Al-Fadhl bin Muhammad
Al-Muqri, dari Abu Amr Abdurrahman bin Thalhah Ath-Thulaihiy, dari Al-Fadhl bin
Muhammad Az-Za’faraaniy, dari Haarun bin Sulaiman, dari Ali bin Al-Hasan, dari
Sufyan Ats-Tsauriy, dari Laits, dari Mujahid,
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي
طَالِبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
الله عَلَيه وسَلَّم اَنَّهُ
قَالَ: يَا عَلِيُّ، مَنْ
صَلَّي مِائَةَ رَكْعَةٍ فِي
لَيْلَةِ النِّصْفِ، يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ
بِ{ فَاتِحَةُ الكِتَابِ } وَ{ قُلْ هُوَ
اللهُ أَحَدُ } عَشْرَ مَرَّاتٍ ،
وَقَالَ: يَا عَلِّيُ مَا
مِنْ عَبْدٍ يُصَلِّي هذِهِ
الصَّلَوَاتِ إِلاَّ قَضَى اللهُ
عَزَّ وَجَلَّ لَهُ كُلَّ
حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةِ...
Dari Ali bin Abu Thalib, dari Nabi saw. bersabda, “Wahai
Ali, barangsiapa yang shalat seratus rakaat pada malam Nishfu, dalam setiap
rakaatnya membaca Fatihatul Kitab dan Qul Huwallahu Ahad sepuluh kali.” Dan ia
bersabda, “Wahai Ali, barangsiapa dari hamba-Ku melaksanakan shalat-shalat ini,
kecuali Allah akan menunaikan baginya seluruh keperluan yang ia minta pada
malam itu...(redaksi hadisnya cukup panjang)” HR. Ibnul Jauzi (Lihat, Ibnul
Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 127;
As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 57)
Keterangan Status hadis
Pada sanad hadis ini terdapat rawi bernama Laits bin Abu
Sulaim dan Ali bin Al Hasan. Kedua rawi ini daif sebagaimana dinyatakan oleh para
ahli hadis sebagai berikut:
(1) Ali bin Al Hasan
bin Ya’mar As Sami Mishry. Ibnu Adi mengatakan, “Hadis-hadisnya batil.” (Lihat,
Al Mughnî fîd Du’âfâ’, II : 444)
(2) Laits bin Abu Sulaim bin Zunaim Al Laitsi. Ia seorang
rawi yang hidup pada masa kekhilafahan Yazid dan termasuk kepada thabaqat
shighâr tâb’în (generasi tabiin yunior), wafat pada tahun 143 H. Di samping
itu, ia juga tercatat sebagai seorang yang ahli ibadah. Namun dalam hal
periwayatan hadits, padanya terdapat beberapa kelemahan, antara lain:
(a)Ikhtilât (pikun) pada akhir hayatnya sehingga ia tidak
ingat lagi terhadap apa yang pernah diceritakannya. Ia juga seorang yang
memaqlûbkan (menukar) sanad, memarfû’kan yang mursal, dan meriwayatkan dari
rawi-rawi yang tsiqat hadits-hadits yang tidak ada pada mereka (yang tidak
diriwayatkan).
(b)Yahya bin Ma’in dan An Nasai mengatakan, “Ia
dha’if.” Pada kesempatan lain Ibnu Ma’in
berkata, “Ia lebih dha’if daripada ‘Atha bin As Saib.”
(c)Ja’far bin Aban Al Hafidz bertanya kepada Ahmad bin Hanbal
tentang Laits bin Abu Sulaim, ia menjawab, ‘Haditsnya dha’if sekali dan banyak
salah.” (Lihat, Imam Adz-Dzahabi, Siyaru
A’lâmin Nubalâ’, VI: 179-184; Ibnu
Hiban, Kitâb Al-Majrûhîn, II: 231-232; Imam Adz-Dzahabi, Mîzânul I’tidâl, III :
420)
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Aku mendengar
ayahku berkata, ‘Bahwa Laits bin Abu Sulaim itu mudhtharribul hadîts (hadisnya
tidak teratur), akan tetapi orang-orang banyak menerima hadis darinya.” Mu’awiyah bin Shalih berkata, dari Yahya bin
Main, “Laits bin Abu Syufyan itu dhaif, kecuali hadisnya dicatat.” (Lihat,
Al-Mizziy, Tahdzîbul Kamâl fî Asmâ’ir Rijâl, XXIV : 284)
Dalam riwayat lain disebutkan:
قَالَ عَلِيُّ ابْنُ أَبِي
طَالِبٍ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
الله عَلَيه وسَلَّم لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ قَامَ
فَصَلَّى أَرْبَعَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ جَلَسَ بَعْدَ
الفِرَاغِ فَقَرَأَ بِ{ أُمُّ القُرْآنِ
} أَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ قُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدُ} أَرْبَعَ
عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ قُلْ
أَعُوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ} أَرْبَعَ
عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ قُلْ
أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ} أَرْبَعَ
عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ آيَةُ
الكُرْشِي} مَرَّةً { وَلَقَدْ جَائَكُمْ رَسُولٌ} الآيَةَ ، فَلَمَّا
فَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ سَأَلْتُ
عَمَّا رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِهِ فَقَالَ:
مَنْ صَنَعَ مِثْلَ الَّذِي
رَأَيْتَ كَانَ لَهُ كَعِشْرِينَ
حَجَّةً مَبْرُورَةً وَكَصِيَامِ عِشْرِينَ سَنَّةٍ مَقْبُولَةٍ، فَإِنْ
اَصْبَحَ فِي ذلِكَ اليَوْمِ
صَائِمًا كَانَ كَصِيَامِ سِتِّينَ
سَنَّةٍ مَاضِيَةٍ وَسَنَّةٍ مُسْتًقْبِلَةٍ.
Ali bin Abu Thalib ra. mengatakan, “Saya pernah melihat Nabi
saw. pada malam nishfu Sya’ban bangun dan shalat empat belas rakaat, kemudian
setelah selesai beliau duduk dan membaca Al Fatihah empat belas kali, membaca
Qul Huwallahu Ahad empat belas kali, Qul A’udzu birrabbil falaq empat belas
kali, Qul A’udzu birrabbin Nas empat belas kali, dan beliau membaca ayat Kursi
satu kali walaqad jaakumur Rasul (Ayat).
Maka tatkala beliau selesai dari shalatnya, aku bertanya tentang apa yang aku
lihat dari perbuatannya. Beliau menjawab, ‘Barangsiapa yang melakukan apa yang
kamu lihat, maka baginya seperti (telah melakukan) dua puluh kali haji mabrur
dan seperti shaum dua puluh tahun yang akan datang. Dan jika pagi hari itu ia dalam keadaan shaum, maka itu
seperti shaum enam puluh tahun yang telah lalu dan yang akan datang.” HR. Ibnul
Jauzi dan Al-Baihaqi (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 130; As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl
Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 59-60; Al-Baihaqi, Syu’âbul Îmân, III: 386)
Keterangan Status hadis
Hadis di atas pun dhaif—bahkan palsu—sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Jauzi, “Hadis ini
Maudhû’ (palsu) dan pada sanadnya terdapat kegelapan.” Pada sanadnya terdapat
seorang rawi yang sering membuat hadis palsu bernama Muhammad bin Muhajir.
Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Ia itu suka memalsukan hadis.” (Lihat,
Al-Maudhû’at, II: 130)
Kata Imam Al-Baihaqi, “Imam Ahmad berkata, ‘Hadis ini
menyerupai hadis palsu, dan ia diingkari dan pada periwayatan sebelum Usman bin
Sa’id terdapat para rawi yang majhul’.” (Lihat, Syu’âbul Îmân, III: 386)
B. Dari Ibnu Umar
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
الله عَلَيه وسَلَّم : مَنْ
قَرَأَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ أَلْفَ
مَرَّةٍ { قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَدُ} فِي مِائَةِ رَكْعَةٍ
، لَمْ يَخْرُجْ
مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى يَبْعَثَ اللهُ
إِلَيْهِ فِي مَنَامِهِ مِائَةَ
مَلَكٍ يُلَبُّونَ يَبْشِرُونَهُ بِالجَنَّةِ وَثَلاَثُونَ يُؤْمِنُونَهُ مِنَ النَّارِ وَثَلاَثُونَ
يَعْصِمُونَهُ مِنْ أَنْ يُخْطِئَ
وَعِشْرُونَ يَكِيدُونَ مَنْ عَادَاهُ
Dari Ibnu umar berkata; Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa
yang membaca qul Huwallahu Ahad pada
malam nishfu Sya’ban seribu kali pada seratu rakaat, maka ia tidak akan keluar
dari dunia sehingga Allah mengutus kepadanya dalam tidurnya (mimpi) seratus
malaikat menghampirinya dan memberi kabar gembira dengan surga, tiga puluh
malaikat mengamankannya dari neraka, tiga puluh lagi memelihara dari
kesalahannya, dan sepuluh lagi akan memperdayakan orang yang memusuhinya.” HR.
Ibnul Jauzi (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 128; As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl
Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 58-59)
Keterangan Status hadis
Pada sanad hadis ini terdapat rawi-rawi yang majhûl (tidak
dikenal), dan setelah kami teliti ternyata banyak sekali rawi-rawi yang tidak
terdapat dalam kitab-kitab rijâl al-hadîts.
Ibnul Jauzi berkomentar, “Kami tidak ragu lagi bahwa hadis
ini Maudhû’. Kebanyakan rawi-rawi pada ketiga jalur periwayatan ini majhul, dan
di antara mereka ada juga yang dhaif.” (Al-Maudhû’ât, II: 129)
C. Abu Huraerah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيه
وسَلَّم قَالَ
: مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ
مِنْ شَعْبَانَ، ثِنْتَي عَشْرَةَ رَكْعَةً
يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ
{ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ}
ثَلاَثِينَ مَرَّةً لَمْ يَخْرُجْ
حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ
الجَنَّةِ وَيَشْفَعَ فِي عَشْرَةٍ مِنْ
أَهْلِ بَيْتِهِ كُلِّهِمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ. ـ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa
yang shalat pada malam nishfu Sya’ban sebanyak dua belas rakaat, ia membaca Qul
Huwallahu Ahad pada setiap rakaatnya sebanyak tiga puluh kali, maka ia tidak
akan keluar sebelum terlebih dahulu melihat tempat duduknya di surga, dan
memberi syafaat (menyelamatkan) sepuluh orang dari keluarga rumahnya yang
semuanya sudah akan masuk neraka…” HR. Ibnul Jauzi (Lihat, Ibnul Jauzi,
Al-Maudhû’ât, II: 129; As-Suyuthi,
Al-La’âliul Mashnû’ah fîl Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 59)
Keterangan Status hadis
Hadis ini juga dhaif karena pada sanadnya terdapat
sekelompok rawi-rawi yang majhul, selain itu terdapat rawi Baqiyah dan Laits
bin Abu Sulaim). Kedua rawi ini dha’if (sebagaimana telah diterangkan di atas).
(Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 129)
Dan perlu diketahui bahwa hadis-hadis yang menerangkan
ibadah salat, doa-doa, dan keutamaan-keutamaan yang berkenaan dengan nishfu
Sya’ban itu masih banyak lagi dan keseluruhan hadis-hadis tersebut dha’if,
bahkan palsu.
Komentar Para Ulama Tentang Ibadah Nishfu Sya’ban
(a) Muhammad Abdus
Salam mengatakan, “Salat enam rakaat pada malam nishfu Sya’ban dengan niat
untuk menghilangkan bala, memanjangkan umur, dan mengharap kekayaan, dengan
bacaan surat Yasin, dan doa di antaranya adalah tidak diragukan lagi bahwa hal
seperti itu diada-adakan dalam agama dan bertentangan dengan sunnah Sayidul
Mursalin (Nabi Muhammad saw.).”
(b) Pensyarah Al
Ihya mengatakan, “Shalat ini termasyhur pada kitab-kitab terkemudian dari ulama
Shufi, dan aku tidak melihat satu sanad pun yang sahih dari sunah, baik salat
ataupun berdoa pada malam itu kecuali amal para syaikh.”
(c) An Nazm Al
ghaithi mengatakan, “Tentang menghidupkan
upacara ibadah-ibadah pada malam Nishfu Sya’ban dengan berjamaah itu
diingkari oleh kebanyakan ahlil Hijaz, di antaranya Atha, Ibnu Abu mulaikah,
para ahli fiqih Madinah, dan sahabat Malik. Mereka mengatakan bahwa hal itu
seluruhnya bid’ah, dan tidak ada satupun dalil tentang salat itu baik dari Nabi
saw. ataupun para sahabat.”
(d) Imam An Nawawi
mengatakan, “Shalat pada pertengahan bulan Rajab dan Sya’ban itu bid’ah yang
sangat dibenci.” (Lihat, As-Sunan Wal Mubatadâ’ât: 145)
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa ibadah berupa salat, dzikir-dzikir, doa-doa, dan saum yang
bertalian dengan pertengahan bulan Sya’ban itu tidak ada dalam syariat Islam.
sumber :