Tuesday, June 5, 2012

Mengharap Keturunan


Setiap pasangan yang telah diikat dengan hubungan pernikahan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya, pada umumnya akan merasa lebih bahagia bila dikaruniai keturunan sebagai pelengkap kebahagianaan dalam berumah tangga atau anak sebagai penerus garis keturunan keluarga.



Namun bukan berarti tidak akan bahagia bila sebuah rumah tangga tidak dikarunia anak. Berbagai cara ditempuh bila ingin mendapatkan anak, ada yang secara medis, cara tradisional, bahkan cara-cara harampun dijalaninya. Hanya saja wajib untuk diingat, bahwa untuk hal ini segalanya tergantung atas kehendak Allah SWT. 


لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ

أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ



“Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendakiNya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa” [Asy-Syura : 49-50]



Seringkali kita menganggap bahwa anak itu merupakan milik kita sendiri, sehingga apapun akan dilakukan demi anak kita. Dan setiap orangtua berbeda-beda dalam menjalankannya, ada yang dengan cara yang baik atau buruk. Cara membesarkannya, cara mendidiknya, membentuk kepribadiannya, mengharapkan masa depannya, dan lain sebagainya.

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ



Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. [Q.S At-Taghabun :15]



Dalam hal ini, terkadang kita akan merasa begitu sedih bila ternyata Alloh tidak mengkaruniakan keturunan kepada kita. Sehingga yang terbayang adalah tidak adanya penerus keluarga, tidak akan mendapat kesempatan mendapatkan doa anak sholih bila kita telah tiada, tidak ada pewaris harta kita, dan lain sebagainya.



Perlu untuk disadari bahwa anak itu tidak selalu bermakna anak kandung atau anak yang lahir secara genetik dari diri kita (suami istri). Tetapi Islam membuka dan menetapkan bahwa anak itu merupakan titipan/amanat yang ada di bawah pemeliharaan kita. Jadi anak di sini akan bermakna tidak saja dari hasil pernikahan kita atau keturunan secara genetik, tetapi juga merupakan bukan anak kandung, atau dengan kata lain anak dari orang lain. Baik itu anak saudara atau kerabat, atau bahkan anak orang lain, yang kita asuh dan kita didik, siapapun itu, terutama Islam sangat menganjurkan untuk memelihara anak Yatim. Apapun caranya, baik itu dengan menginfakan sebagian hartanya untuk panti asuhan, atau yang lebih utama ialah mengambil anak-anak yatim itu untuk dipelihara di rumah kita. Hanya saja dalam hal ini perlu untuk dipahami aturan-aturan dalam pemeliharan anak ini secara hukum dalam Islam, baik aturan dalam hal batasan-batasan mahram, nasab dan waris.

كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ الرَّاوِيُ وَهُوَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى 

 "Pemelihara anak yatim, baik dari kerabatnya atau orang lain, aku dan dia (kedudukannya) seperti dua jari ini di surga nanti.” Dan perawi, yaitu Malik bin Anas berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya".[HR Muslim, no. 2.983.” Lihat Bahjatun Nazhirin (I/ 350)]


وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاَحُُ لَّهُمْ خَيْرُُ وَإِن تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah:”Mengurusi urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu". [al Baqarah : 220].


إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرً
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala". [an Nisa’: 10].



Bila kita tafakuri, anak itu seperti juga harta yang kita miliki, yang pada hakikatnya adalah titipan atau amanah yang diberikan pada kita. Anak merupakan sebuah titipan yang tentu saja pada hakikatnya milik Allah SWT.



Sebagai sebuah titipan, tentu saja berlaku kondisi dan syarat atas titipan tersebut. Seperti bila kita mendapat titipan sebuah barang milik orang lain, tentu saja kita akan sangat berhati-hati dalam menjaganya, agar yang mempunyai barang tersebut merasa sangat berterima kasih. Apalagi hal ini yang menitipkannya adalah Yang Maha Menguasai, tentu saja semua aturan penitipan ini harus sesuai dengan ketentuan yang Empunya, tidak boleh seenaknya dan tidak boleh sembarangan.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. [Al-Anfal : 27]


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]


Dalam proses penjagaan amanat ini, segala sesuatunya akan lebih baik bila dipersiapkan secara matang sebelumnya. Kita tidak hanya sekedar membesarkan anak-anak kita dengan begitu saja secara alamiah. Tapi dalam setiap tahap dari mulai kita akan dikaruniai anak sampai tahap pembentukan anak menjadi manusia dewasa.



Islam merupakan aturan hidup yang sangat lengkap yang mengatur segala aspek dalam perikehidupan manusia. Tidak hanya dalam hal kerohanian dan masalah keakhiratan saja (aqidah, ibadah, akhlak, dll), tetapi juga dalam hal jasmaniyah dan keduniawian. Kita dibatasi oleh rambu-rambu peraturan yang bila kita menaatinya insyaAlloh akan selamat, namun bila tidak, siap-siap saja menerima konsekuensinya.



Seperti hubungannya dengan permasalahan tersebut di atas. Saat seorang laki-laki atau seorang suami yang bertanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Salah satu tugasnya ialah menafkahi keluarganya. Bila dia seorang yang takut akan perhisaban nanti, maka dia akan sangat berhati-hati dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Dipilihlah hal-hal yang halal dan dijauhinya lah hal-hal yang syubhat dan haram. Agar diri dan keluarganya terhindar dari barang dan makanan atau cara mendapatkannya yang syubhat dan haram. Sehingga akan terhindar dari mengalirnya darah dalam tubuh yang mengandung zat haram.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [Q S .At-Tahrim :6 ]

  

 Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda; ''Setiap dari kalian adalah pemimpin,dan bertanggung jawab atas orang-orang yang di pimpinnya...'' [HR.Muslim]



“Artinya : Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah mengharamkan sorga bagianya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]



Kembali ke permasalahan anak. Begitupun bila saat kita akan dikarunia anak, maka hal tersebut di atas sangatlah perlu untuk diperhitungkan, sehingga saat Alloh berkenan mengkaruniakan anak kepada kita, proses pembentukkannya aman dari hal-hal yang haram, tidak saja dilihat dari segi kesehatan, gizi, atau kualitasnya. Dan tentu saja dalam menjaga dari hal-hal yang haram tersebut untuk selamanya.



يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

 Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah : 168]



“Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 119]



Semoga kita dapat menjaga diri kita dari hal-hal yang syubhat dan haram, agar mendapatkan keturunan yang sholeh/sholehah. Dan semoga Alloh senantiasa menjaga kita untuk tetap istiqomah dalam menjaganya. Amin.

Wallahu’alam bishowab.



Abu Muazzam, 05 Juni 2012, 22.30

No comments:

Post a Comment