Tuesday, June 26, 2012

IBADAH-IBADAH PADA NISHFU SYA’BAN-Bag.2

oleh Amin Saefullah Muchtar



Kedua, hadis-hadis yang menerangkan tata cara ibadah berupa salat, zikir-zikir, dan doa-doa pada nishfu Sya’ban

A. Dari Ali bin Abu Thalib

Ibnul Jauzi meriwayatkan dari Muhammad bin Naashir Al-Haafizh, dari Abu Ali Al-Hasan bin Ahmad bin Al-Hasan Al-Haddaad, dari Abu Bakar  Ahmad bin Al-Fadhl bin Muhammad Al-Muqri, dari Abu Amr Abdurrahman bin Thalhah Ath-Thulaihiy, dari Al-Fadhl bin Muhammad Az-Za’faraaniy, dari Haarun bin Sulaiman, dari Ali bin Al-Hasan, dari Sufyan Ats-Tsauriy, dari Laits, dari Mujahid,

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم اَنَّهُ قَالَ: يَا عَلِيُّ، مَنْ صَلَّي مِائَةَ رَكْعَةٍ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ، يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِ{ فَاتِحَةُ الكِتَابِ } وَ{ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ } عَشْرَ مَرَّاتٍ ، وَقَالَ: يَا عَلِّيُ مَا مِنْ عَبْدٍ يُصَلِّي هذِهِ الصَّلَوَاتِ إِلاَّ قَضَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ كُلَّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةِ...

Dari Ali bin Abu Thalib, dari Nabi saw. bersabda, “Wahai Ali, barangsiapa yang shalat seratus rakaat pada malam Nishfu, dalam setiap rakaatnya membaca Fatihatul Kitab dan Qul Huwallahu Ahad sepuluh kali.” Dan ia bersabda, “Wahai Ali, barangsiapa dari hamba-Ku melaksanakan shalat-shalat ini, kecuali Allah akan menunaikan baginya seluruh keperluan yang ia minta pada malam itu...(redaksi hadisnya cukup panjang)” HR. Ibnul Jauzi (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 127;  As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 57)

Keterangan Status hadis

Pada sanad hadis ini terdapat rawi bernama Laits bin Abu Sulaim dan Ali bin Al Hasan. Kedua rawi ini daif sebagaimana dinyatakan oleh para ahli hadis sebagai berikut:

(1)  Ali bin Al Hasan bin Ya’mar As Sami Mishry. Ibnu Adi mengatakan, “Hadis-hadisnya batil.” (Lihat, Al Mughnî fîd Du’âfâ’, II : 444)

(2) Laits bin Abu Sulaim bin Zunaim Al Laitsi. Ia seorang rawi yang hidup pada masa kekhilafahan Yazid dan termasuk kepada thabaqat shighâr tâb’în (generasi tabiin yunior), wafat pada tahun 143 H. Di samping itu, ia juga tercatat sebagai seorang yang ahli ibadah. Namun dalam hal periwayatan hadits, padanya terdapat beberapa kelemahan, antara lain:

(a)Ikhtilât (pikun) pada akhir hayatnya sehingga ia tidak ingat lagi terhadap apa yang pernah diceritakannya. Ia juga seorang yang memaqlûbkan (menukar) sanad, memarfû’kan yang mursal, dan meriwayatkan dari rawi-rawi yang tsiqat hadits-hadits yang tidak ada pada mereka (yang tidak diriwayatkan).

(b)Yahya bin Ma’in dan An Nasai mengatakan, “Ia dha’if.”  Pada kesempatan lain Ibnu Ma’in berkata, “Ia lebih dha’if daripada ‘Atha bin As Saib.”

(c)Ja’far bin Aban Al Hafidz bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang Laits bin Abu Sulaim, ia menjawab, ‘Haditsnya dha’if sekali dan banyak salah.”  (Lihat, Imam Adz-Dzahabi, Siyaru A’lâmin Nubalâ’, VI: 179-184;  Ibnu Hiban, Kitâb Al-Majrûhîn, II: 231-232; Imam Adz-Dzahabi, Mîzânul I’tidâl, III : 420)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Bahwa Laits bin Abu Sulaim itu mudhtharribul hadîts (hadisnya tidak teratur), akan tetapi orang-orang banyak menerima hadis darinya.”  Mu’awiyah bin Shalih berkata, dari Yahya bin Main, “Laits bin Abu Syufyan itu dhaif, kecuali hadisnya dicatat.” (Lihat, Al-Mizziy, Tahdzîbul Kamâl fî Asmâ’ir Rijâl, XXIV : 284)

Dalam riwayat lain disebutkan:


قَالَ عَلِيُّ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم  لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ قَامَ فَصَلَّى أَرْبَعَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ جَلَسَ بَعْدَ الفِرَاغِ فَقَرَأَ بِ{ أُمُّ القُرْآنِ } أَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ} أَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ} أَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ} أَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً وَ{ آيَةُ الكُرْشِي} مَرَّةً { وَلَقَدْ جَائَكُمْ رَسُولٌ} الآيَةَ ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ سَأَلْتُ عَمَّا رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِهِ فَقَالَ: مَنْ صَنَعَ مِثْلَ الَّذِي رَأَيْتَ كَانَ لَهُ كَعِشْرِينَ حَجَّةً مَبْرُورَةً وَكَصِيَامِ عِشْرِينَ سَنَّةٍ مَقْبُولَةٍ، فَإِنْ اَصْبَحَ فِي ذلِكَ اليَوْمِ صَائِمًا كَانَ كَصِيَامِ سِتِّينَ سَنَّةٍ مَاضِيَةٍ وَسَنَّةٍ مُسْتًقْبِلَةٍ.

Ali bin Abu Thalib ra. mengatakan, “Saya pernah melihat Nabi saw. pada malam nishfu Sya’ban bangun dan shalat empat belas rakaat, kemudian setelah selesai beliau duduk dan membaca Al Fatihah empat belas kali, membaca Qul Huwallahu Ahad empat belas kali, Qul A’udzu birrabbil falaq empat belas kali, Qul A’udzu birrabbin Nas empat belas kali, dan beliau membaca ayat Kursi satu kali walaqad jaakumur Rasul  (Ayat). Maka tatkala beliau selesai dari shalatnya, aku bertanya tentang apa yang aku lihat dari perbuatannya. Beliau menjawab, ‘Barangsiapa yang melakukan apa yang kamu lihat, maka baginya seperti (telah melakukan) dua puluh kali haji mabrur dan seperti shaum dua puluh tahun yang akan datang. Dan jika pagi  hari itu ia dalam keadaan shaum, maka itu seperti shaum enam puluh tahun yang telah lalu dan yang akan datang.” HR. Ibnul Jauzi dan Al-Baihaqi (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 130;  As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 59-60; Al-Baihaqi, Syu’âbul Îmân, III: 386)

Keterangan Status hadis

Hadis di atas pun dhaif—bahkan palsu—sebagaimana  dikatakan oleh Ibnul Jauzi, “Hadis ini Maudhû’ (palsu) dan pada sanadnya terdapat kegelapan.” Pada sanadnya terdapat seorang rawi yang sering membuat hadis palsu bernama Muhammad bin Muhajir. Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Ia itu suka memalsukan hadis.” (Lihat, Al-Maudhû’at, II: 130)

Kata Imam Al-Baihaqi, “Imam Ahmad berkata, ‘Hadis ini menyerupai hadis palsu, dan ia diingkari dan pada periwayatan sebelum Usman bin Sa’id terdapat para rawi yang majhul’.” (Lihat, Syu’âbul Îmân, III: 386)

B.  Dari Ibnu Umar

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : مَنْ قَرَأَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ أَلْفَ مَرَّةٍ { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ} فِي مِائَةِ رَكْعَةٍ ، لَمْ يَخْرُجْ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى يَبْعَثَ اللهُ إِلَيْهِ فِي مَنَامِهِ مِائَةَ مَلَكٍ يُلَبُّونَ يَبْشِرُونَهُ بِالجَنَّةِ وَثَلاَثُونَ يُؤْمِنُونَهُ مِنَ النَّارِ وَثَلاَثُونَ يَعْصِمُونَهُ مِنْ أَنْ يُخْطِئَ وَعِشْرُونَ يَكِيدُونَ مَنْ عَادَاهُ

Dari Ibnu umar berkata; Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang membaca qul Huwallahu Ahad  pada malam nishfu Sya’ban seribu kali pada seratu rakaat, maka ia tidak akan keluar dari dunia sehingga Allah mengutus kepadanya dalam tidurnya (mimpi) seratus malaikat menghampirinya dan memberi kabar gembira dengan surga, tiga puluh malaikat mengamankannya dari neraka, tiga puluh lagi memelihara dari kesalahannya, dan sepuluh lagi akan memperdayakan orang yang memusuhinya.” HR. Ibnul Jauzi (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 128;  As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 58-59)

 Keterangan Status hadis

Pada sanad hadis ini terdapat rawi-rawi yang majhûl (tidak dikenal), dan setelah kami teliti ternyata banyak sekali rawi-rawi yang tidak terdapat dalam kitab-kitab rijâl al-hadîts.

Ibnul Jauzi berkomentar, “Kami tidak ragu lagi bahwa hadis ini Maudhû’. Kebanyakan rawi-rawi pada ketiga jalur periwayatan ini majhul, dan di antara mereka ada juga yang dhaif.” (Al-Maudhû’ât, II: 129)

C.  Abu Huraerah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم  قَالَ : مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، ثِنْتَي عَشْرَةَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ} ثَلاَثِينَ مَرَّةً لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الجَنَّةِ وَيَشْفَعَ فِي عَشْرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلِّهِمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ. ـ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa yang shalat pada malam nishfu Sya’ban sebanyak dua belas rakaat, ia membaca Qul Huwallahu Ahad pada setiap rakaatnya sebanyak tiga puluh kali, maka ia tidak akan keluar sebelum terlebih dahulu melihat tempat duduknya di surga, dan memberi syafaat (menyelamatkan) sepuluh orang dari keluarga rumahnya yang semuanya sudah akan masuk neraka…” HR. Ibnul Jauzi (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 129;  As-Suyuthi, Al-La’âliul Mashnû’ah fîl Ahâdîtsil Al-Maudhû’ah, II : 59)

Keterangan Status hadis

Hadis ini juga dhaif karena pada sanadnya terdapat sekelompok rawi-rawi yang majhul, selain itu terdapat rawi Baqiyah dan Laits bin Abu Sulaim). Kedua rawi ini dha’if (sebagaimana telah diterangkan di atas). (Lihat, Ibnul Jauzi, Al-Maudhû’ât, II: 129)

Dan perlu diketahui bahwa hadis-hadis yang menerangkan ibadah salat, doa-doa, dan keutamaan-keutamaan yang berkenaan dengan nishfu Sya’ban itu masih banyak lagi dan keseluruhan hadis-hadis tersebut dha’if, bahkan palsu.
  
Komentar Para Ulama Tentang Ibadah Nishfu Sya’ban

(a)    Muhammad Abdus Salam mengatakan, “Salat enam rakaat pada malam nishfu Sya’ban dengan niat untuk menghilangkan bala, memanjangkan umur, dan mengharap kekayaan, dengan bacaan surat Yasin, dan doa di antaranya adalah tidak diragukan lagi bahwa hal seperti itu diada-adakan dalam agama dan bertentangan dengan sunnah Sayidul Mursalin (Nabi Muhammad saw.).”

(b)   Pensyarah Al Ihya mengatakan, “Shalat ini termasyhur pada kitab-kitab terkemudian dari ulama Shufi, dan aku tidak melihat satu sanad pun yang sahih dari sunah, baik salat ataupun berdoa pada malam itu kecuali amal para syaikh.”

(c)    An Nazm Al ghaithi mengatakan, “Tentang menghidupkan  upacara ibadah-ibadah pada malam Nishfu Sya’ban dengan berjamaah itu diingkari oleh kebanyakan ahlil Hijaz, di antaranya Atha, Ibnu Abu mulaikah, para ahli fiqih Madinah, dan sahabat Malik. Mereka mengatakan bahwa hal itu seluruhnya bid’ah, dan tidak ada satupun dalil tentang salat itu baik dari Nabi saw. ataupun para sahabat.”

(d)   Imam An Nawawi mengatakan, “Shalat pada pertengahan bulan Rajab dan Sya’ban itu bid’ah yang sangat dibenci.” (Lihat, As-Sunan Wal Mubatadâ’ât: 145)

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ibadah berupa salat, dzikir-dzikir, doa-doa, dan saum yang bertalian dengan pertengahan bulan Sya’ban itu tidak ada dalam syariat Islam.

sumber :

No comments:

Post a Comment