Thursday, October 31, 2013

MENANAMKAN KEBIASAAN BERBUAT BAIK PADA ANAK


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Perintahkan anak-anak kalian untuk tunaikan shalat saat usia mereka telah menginjak tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tak tunaikan shalat) saat usia mereka menginjak sepuluh tahun….” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadits tersebut terkandung hikmah yang mendalam. Hikmah yang memberi pelajaran terkait memola kebiasaan pada anak agar rajin beribadah. Dalam hadits tersebut memberi faidah, bahwa menerapkan satu kebajikan perlu tahapan-tahapan yang jelas. Bagaimanapun seorang anak memerlukan proses waktu agar bisa melaksanakan sebuah amal shalih.
Seorang anak terkadang tak bisa menunaikan secara instan. Dari hadits ini menunjukkan betapa Islam sarat dengan rahmah (kasih sayang), mengerti keadaan anak. Juga terkandung muatan, betapa Islam mengajarkan untuk tidak melakukannya secara tergesa-gesa. Namun, secara bertahap. Inilah bentuk kasih Islam kepada makhluk yang masih lemah; anak.

Menanamkan kebiasaan baik pada anak, terkhusus shalat, bisa diupayakan melalui tahapan:
Pertama, tahap imitasi. Tahap anak melihat dan meniru apa yang dikerjakan orang tua, pendidik, guru, ustadz sebagai figur. Pada tahapan ini, orang tua, pendidik, guru, ustadz menjadi obyek pengamatan sang anak. Dari perilaku dan sikap yang ditujukkan orang tua, pendidik, guru, ustadz, seorang anak memperoleh gambaran bagaimana sebuah amal shalih harus ditunaikan. Tahap ini merupakan tahap pengkondisian.
Kedua, tahap perintah. Tahap anak mendapat bimbingan dan arahan dalam bentuk perintah. Anak diperintah untuk menunaikan sebuah kebajikan. Dengan tanpa meninggalkan sifat sabar dan rahmah, orang tua, pendidik, guru, ustadz secara terus menerus mengingatkan anak untuk beramal kebajikan. Terkait masalah shalat, anak usia tujuh tahun telah diperintahkan untuk senantiasa menunaikannya. Jika sehari lima kali diingatkan untuk menunaikan shalat, berapa ribu kali anak diingatkan selama tiga tahun? Yaitu, diingatkan dan diperintah untuk shalat hingga usianya mencapai sepuluh tahun. Ribuan kali perintah terus berulang pada diri anak, tentu sebuah bentuk penanaman kebiasaan baik yang sangat intens. Allahu akbar.
Tahap ketiga, tahap hukuman. Tahap anak mendapat sanksi manakala lalai dari kewajiban yang harus ditunaikan. Tahap hukuman adalah sebuah tahap yang ditempatkan setelah dilakukannya proses pengkondisian, bimbingan, arahan, dan perintah. Sebuah proses yang dilakukan dalam waktu yang tak sedikit. Dalam menjatuhkan hukuman tetap harus berada dalam kerangka hikmah (bijak) dan adil. Tujuan menghukum adalah agar anak jera, yaitu agar anak tak lagi melakukan perbuatan yang dilarang. Bukan sebagai bentuk pelampiasan kejengkelan, amarah apalagi untuk membalas dendam.
Pemberian hukuman pada anak jangan sampai menjadikan ia membenci kebaikan dan menghindar dari orang-orang yang berbuat kebajikan. Memberi hukuman dalam bentuk memukul, tentu ada batasan-batasannya. Seperti, dilarang memukul wajah, bagian tubuh yang vital, dilarang memukul yang menimbulkan trauma (luka) fisik atau psikis, menimbulkan bekas, seperti memar dan lebam, dan sebagainya. Nas’alullaha as-salamah. Wallahu a’lam. Al Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin (sumber : www.salafy.or.id)

No comments:

Post a Comment