Sunday, June 15, 2014

MEMBENARKAN TEORI "OTAK KANAN & OTAK KIRI"



Kekeliruan Buku Pendidikan (5): Membenarkan Teori "Otak Kanan & Otak Kiri"

BERIKUT ini beberapa premis mengenai teori otak kanan dan otak kiri.
            Ayah Edy (Penulis Buku Pendidikan) mengatakan, "Suatu hari saya membaca sebuah proses penyuluhan melalui media; terhadap orang tua yang mananyakan kelainan dan keterlambatan belajar anaknya yang ciri-cirinya persis seperti anak yang cenderung dominan menggunakan otak kanannya ...."
Dalam artikel 'Fungsi Otak Kanan & Otak Kiri' disebutkan,
Belahan Otak Kiri :
1. Berfikir secara sadar (consciouness)
2. Bernalar menurut logika.
3. Berfikir dengan kata-kata.
4. Memilah-milah.
5. Menganalisis.
6. Berfikir secara runut.
7. Mengatur dan mengendalikan emosi.
8. Selalu melihat perbedaan.
9. Senang bekerja sendiri.

Belahan Otak Kanan :
1. Ketidaksadaran (sub-consciousness).
2. Kreatif, intuitif, melibatkan emosi.
3. Berfikir dalam bentuk gambar.
4. Melihat keseluruhan.
5. Menggabungkan, sintesis.
6. Berfikir secara menyeluruh.
7. Spontan dan bebas dalam mengekspresikan emosi.
8. Selalu melihat persamaan.
9. Senang bekerja dalam team."
 
     Nah, setelah kita membaca premis di atas, maka sekali lagi kami menyampaikan bahwa ini hayalah perkataan manusia, bukan wahyu. Bisa salah, bisa benar. Sehingga, kita wajib berfikir kritis karena kita sebagai muslim punya barometer, al-Qur'dan dan as-Sunnah.
     Teori otak kanan & otak kiri berawal dari Roger Sperry dan Mike Gazzaniga di tahun 1960-an. Bukan seorang muslim! Dan ingat, kita punya saringan dalam menerima sebuah berita,
      Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al Hujuraat [49]:6 )
Kriteria orang fasik, bisa saja ini seorang muslim, maka beritanya tetap dicek kebenarannya. Apalagi seorang non muslim, maka seharusnya kita lebih komprehensif lagi dalam mengeceknya.
Keberadaan otak kiri dan kanan memang ada. Namun, yang menjadi persoalan adalah fungsinya. Apakah memang ada lateralisasi fungsional otak kanan dan kiri?
Kalau ada, alatnya apa? Kita tahu bahwa untuk mengukur suhu badan, digunakan alat 'termometer'. Untuk mengukur berat suatu barang, digunakan 'timbangan'.
Nah, sekarang, apa 'alat ukurnya' kalau kita menganalisa berarti menggunakan otak kiri? Jika berimajinasi menggunakan otak kanan?
Tidak ada 'kan! Inilah mitos. Hal ini dipromosikan agar membuat kaum muslimin sibuk dengan hal-hal mubazzir, mitos, dan jauh dari ilmu agama.
Kalau mereka berkata, "'Kan Roger Sperry mendapatkan Nobel atas temuan cara bekerja otak kiri dan otak kanan?"
Kita jawab,
"Robert G. Edward (Inggris) peraih Nobel bidang kedokteran dikritik karena hasil penelitiannya tidak berguna, bahkan disebutkan hanya merusak.
Yang kedua, peraih Nobel sastra dari Tiongkok, Mo Yan, pun menuai kritik karena mendukung asosiasi penulis yang berafiliasi dengan Partai Komunis. Dan masih banyak lagi peraih nobel yang menuai kritik."
Namun, kita sebagai seorang muslim, perlu ingat, bukan karena hadiah nobel lantas kemudian kita latah. Tetapi, al-Qur'an dan as-Sunnah yang sesuai pemahaman ulama salaf lah sebagai patron kebenaran kita.
Seorang muslim tidak mengenal fungsi otak kanan dan kiri sebagaimana tulisan awal. Namun, seorang muslim hanya membenarkan bahwa otak kanan dan kiri memang ada. Adapun kajian fungsinya secara utuh, silahkan merujuk pada dunia kesehatan.
Mengenai fungsi otak kiri dan kanan, Peneliti Neurosains dari Universitas Utah telah mematahkan mitos tentang otak kiri dan kanan ini bahwa tidak ada hubungan preferensi seseorang utk lebih sering menggunakan jaringan otak kiri atau otak kanan.
Akh Muhammad berkata,
"(Yang tepat), otak kanan maupun otak kiri dikenal secara fisik dalam kaitannya dengan kendali tubuh. Otak kanan mengendalikan tubuh bagian kiri. Jika Anda bersih-bersih sesudah buang air, Anda menggunakan otak kanan. Otak kiri mengendalikan tubuh bagian kanan. Berjabat tangan, menggunakan otak kiri."
Olehnya itu, mari kita kembali belajar Islam secara baik dan menjauh dari konsep Yahudi dan Nashoro dari segala sektor. Sebab ini sudah menjadi wanti-wanti Rosululloh shollallohu alayhi wasallam,
”Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalian pun akan masuk ke dalamnya”.
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nashara? Maka beliau menjawab, ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)? ”.[HR. Bukhariy dalam Shohih -nya (3269 & 6889), Muslim dalam Shohih -nya (2669), Ahmad dalam Musnad-nya (11817&11861)]
Maka mari kita waspada, dan mari kita terus menerus belajar Islam secara kaffah, duduk bermajelis bersama para ulama salaf, sehingga kita aman dari syubhat dan syahwat, terhindar dari konsep fungsional otak kiri dan otak kanan.
Ingatlah bahwa fungsi sesungguhnya dari otak kiri dan kanan (akal) yang Alloh berikan kepada kita adalah untuk mengarahkan kekuatan akal kepada tafakkur (memikirkan) dan merenungi (tadabbur) ciptaan-ciptaan Allah dan syari’at-syari’atnya sebagaimana dalam firmanNya, “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadiaan) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang telah ditentukan, Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Robbnya."(QS. Ar Rum : 8)
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal.” (Al Baqarah : 184)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jum’at, maak bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Jumu’ah : 9)
Itulah hakikat lateralisasi fungsional otak kiri dan kanan, menadabburi ciptaan Alloh, ikut kepada sunnah Rosululloh shollallohu alayhi wasallam, bukan sibuk dengan teori maudhu (palsu) seperti di atas.
Kita khawatir, jika semua manusia percaya fungsi otak kiri dan otak kanan yang maudhu' (palsu) tadi, siapa yang mau bertanggungjawab?
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua ....[]  (Abu Hanin)

-- Bontote'ne, 3 Sya'bam 1435 H
Sumber : https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202088148553764

Friday, June 13, 2014

MEMBIARKAN ANAK "BERMAIN"

Kekeliruan Buku Pendidikan (4): Membiarkan Anak "Bermain"

BERKATA asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah ta’ala,
“Usia atau masa remaja (muda) adalah usia yang penuh dengan kekuatan, Allah Ta’ala berfirman,  'Allah yang menciptakan kalian dalam kelemahan kemudian menjadikan setelah kelemahan itu kekuatan.'"
 Demikianlah masa muda itu, begitu pentingnya merawat usia sehingga menjadikan usia itu berberkah.
 Coba kita tanyakan usia kita saat ini, sudah apa prestasi kita? Adakah andil kita dalam agama ini?  Anggaplah usia kita ialah 22, sudah melakukan apa? Menganggur, malas menuntut ilmu, buang-buang waktu?
Astagfirulloh hal adzim...
Coba mari kita tengok, membaca, usia-usia para orang sholeh di atas keimanan dan bagaimana prestasi mereka.
·         Syafi'i dan Imam ath-Thobari sudah menghafal al-Qur'an.
·         Usia 8 tahun, Imam as-Suyuti sudah menghafal al-Qur'an.
·         Usia 9 tahun, Ibnu Hazm sudah menghafal al-Qur'an.
·         Usia 10 tahun, Imam Ibnu Qudamah sudah menghafal Qur'an.
·         Usia 14 tahun, Muhammad al-Fatih rohimahulloh sudah menjadi walikota.
·         Usia 15 tahun, Ibnu Abbas rodiyallohu anhu sudah menjadi staf ahli negara.
·         Usia 15 tahun, Imam asy-Syafi'i sudah menjadi muftih (komisi fatwa).
·         Usia 18 tahun, Usamah bin Zaid rodiyallohu anhu sudah menjadi panglima perang melawan Romawi.
·         Usia 18 tahun, Muhammad bin al-Qosim rohimahulloh menaklukkan wilayah Pakistan.
·         Usia 21 tahun, Imam Nawawi menghafal menghafal At-Tanbih, 114 Ibadat (sekitar seperempat) dari kitab Al-Muhadzdzab,
·         Usia 22 tahun, Muhammad al-Fatih rohimahulloh sudah menjadi sulton di Konstantinopel (Eropa).
·         Usia 22 tahun, Harun ar-Rosyid rohimahulloh sudah menjadi khalifah.
·         Usia 23 tahun, Umar bib Abdul Aziz rohimahulloh sudah menjadi gubernur di Madinah.
Usia 24 tahun, Yazid bin
Allohu akbar!
Inilah output pendidikan Islam. Mereka mendapatkan taufiq dalam menyalurkan kekuatannya dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka ini merupakan taufiq yang hanya diberikan oleh Allah Ta’ala secara khusus kepada yang Dia kehendaki.
Bandingkan usia-usia kita dan anak-anak sekarang dengan usia anak-anak di era salaf. Jauh! Anak-anak sekarang malah memboroskan waktunya pada hal yang tidak bermanfaat. Sibuk dengan bermain, apapun varianya, main bolakah, main game kah, dll.
Ini teguran buat kita, baik bagi para orangtua, atau diri kita sendiri, bahwa ini persoalan serius. Bukan main-main! Sibukkanlah diri dengan ilmu dan menghindari hal-hal yang sia-sia.
Inilah biografi An Nawawi di usia kecil, sebagaimana yang dituturkan langsung oleh gurunya An Nawawi; Syekh Yasin bin Yusuf Az Zarkasyi,
“Aku melihat Muhyiddin An Nawawi saat berusia 10 tahun di Nawa. Anak anak kecil lainnya memaksanya bermain bersama mereka. Dia lari menjauhi mereka sambil menangis karena tidak suka dipaksa. Dia kemudian membaca Al Quran pada situasi seperti itu. Tumbuhlah rasa cintaku padanya. Ayahnya meletakkannya di tokonya. Tapi Al Qurannya tidak tersita oleh kesibukan jual beli.
Maka aku pun mendatangi guru yang mengajarinya Al Quran dan aku berpesan padanya: Anak kecil ini diharapkan kelak menjadi orang paling berilmu di zamannya, paling zuhud dan bermanfaat bagi manusia. Dia berkata kepadaku: Apakah kamu peramal? Aku jawab: Bukan, tetapi Allah lah yang membuatku bicara seperti itu.
Gurunya itu pun mendatangi orangtuanya (An Nawawi). Dan ia mendorongnya dengan penuh semangat sampai (An Nawawi) hafal seluruh Al Quran menjelang usia baligh.
 (Thabaqat Asy Syafi’iyyah , As Subki)  Subhanalloh!
Bandingkan sekarang dengan ucapan, "kegiatan anak bermain sangat bagus untuk memancing kreativitas dan imajinasinya," ini ucapan berbahaya jika tak dijabarkan secara meluas. Lihatlah Imam Nawawi rohimahulloh, beliau malah menghindari bermain karena sibuk belajar.
Memang bermain tidak terlarang, tetapi jangan kerjanya hanya bermain terus.
Manakala ada anak yang tidak suka dengan dunia permainan. Lebih gemar duduk bersama ilmu dan ahli ilmu. Sudah mapan dan siap menelaah kitab kitab besar sekalipun. Seharusnya segera diarahkan dan dibimbing untuk meraih kebesarannya di usia lebih awal.
Jangan justru ditakut-takuti dengan berbagai kalimat yang memaksa mereka untuk bermain yang sebenarnya tidak ia sukai. Dan memaksa mereka untuk menyapih kegemarannya duduk bersama ilmu dan ahli ilmu. Ingat-ingat usia anak kita sekarang, bandingkan dengan usia orang hebat di atas.
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua....[]  (Abu Hanin)
-Tanwirussunnah, 2 Sya'ban 1435 H

Sumber : https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202082821660595

Tuesday, June 10, 2014

MELARANG ANAK "BERMAIN HUJAN"


Kekeliruan Mendidik (3): Melarang Anak "Bermain Hujan"

LANGIT mendung mulai melepaskan muatannya, titik-titik air berlomba lomba mencapai bumi. Ada yang senang dengan hawa sejuknya, ada yang riang karena bisa mendengar suara katak bersahutan, dan ada yang cukup puas meski hanya melihat tetes tetes hujan dari balik jendela. Di saat orang-orang bergegas mencari tempat berteduh, kaki-kaki kecil justru mulai berlarian dan tertawa menyambut hujan.
Namun, tatkala sang ibu melihat sang anak mau menyambut hujan, ibunya menampik,
"Nak, pulang! Masuk ke rumah, jangan main hujan. Nanti kamu sakit!"
   ***
 
Demikianlah ekspresi beberapa orangtua saat megetahui anak-anaknya mau bermain hujan. Mereka melarang anak-anaknya dengan berbagai dalih.
Hal ‘sepele’ ini perlu dibahas karena anak-anak pasti senang hujan-hujanan. Sementara para orangtua hari ini cenderung berkata: jangan, nanti sakit, nanti masuk angin, nanti demam, nanti pilek, dst...

Apakah itu konsep parenting yang benar?
Dengarkan kisah Anas bin Malik radhiallahu anhu berikut ini, Anas berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kehujanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyingkap pakaiannya agar terkena air hujan.
Kami bertanya: Ya Rasulullah, mengapa kau lakukan ini? Beliau menjawab, “Karena dia baru saja Allah ciptakan." (HR. Muslim)
 An Nawawi menjelaskan hadits ini,  “Maknanya bahwa hujan adalah rahmat, ia baru saja diciptakan Allah ta’ala. Maka kita ambil keberkahannya. Hadits ini juga menjadi dalil bagi pernyataan sahabat-sahabat kami bahwa dianjurkan saat hujan pertama untuk menyingkap –yang bukan aurat-, agar terkena hujan.”  (Al Minhaj)
Ibnu Rajab dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa para sahabat Nabi pun sengaja hujan-hujanan seperti Utsman bin Affan. Demikian juga Abdullah bin Abbas, jika hujan turun dia berkata: Wahai Ikrimah keluarkan pelana, keluarkan ini, keluarkan itu agar terkena hujan.
Ibnu Rajab juga menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib jika sedang hujan, keluar untuk hujan-hujanan. Jika hujan mengenai kepalanya yang gundul itu, dia mengusapkan ke seluruh kepala, wajah dan badan kemudian berkata: Keberkahan turun dari langit yang belum tersentuh tangan juga bejana.
Abul Abbas Al Qurthubi juga menjelaskan,
“Ini yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mencari keberkahan dengan hujan dan mencari obat. Karena Allah ta’ala telah menamainya rahmat, diberkahi, suci, sebab kehidupan dan menjauhkan dari hukuman. Diambil dari hadits: penghormatan terhadap hujan dan tidak boleh merendahkannya.” (Al Mufhim)
Ada sebuah kisah yang dipaparkan oleh seorang ikhwa,
 "Ada kejadian yang sangat menarik saat Syaikh Utsman As Salimi selesai member ikan ceramah. Saat itu hujan cukup deras. Mobil yang akan ditumpangi Syaikh juga kehujanan.
Saat panitia sedang menyiapkan mobil untuk Syaikh Utsman, tiba-tiba Syaikh Utsman menerjang hujan dan menunggu dibawah guyuran hujan. Asatidz sempat kesulitan mencari payung dan menanyakan kepada panitia:
"Bagaimana Panitia Dauroh Yogya? Kasihan Syaikh kalian kehujanan".
 Kami panitiapun qoddarullah kesulitan mencari payung untuk melindungi Syaikh dari guyuran hujan. Namun Syaikh Utsman malah mondar-mandir di bawah guyuran hujan dengan ceria, beliau bahkan membuka penutup kepala, menengadah ke langit dan membiarkan hujan membasuh wajah dan rambut beliau lalu beliau mengusapnya dengan ceria.
Al Ustadz Dzulqornain berkata: "Lihat! syaikh sangat senang bermain hujan". Ustadz Abul Abbas mengatakan (yang artinya kurang lebih), "Ya Syaikh hujan, hati-hati, nanti engkau sakit atau kedinginan". Akan tetapi syaikh Utsman tetap senyum bahkan meyingkap jas beliau," selesai penuturan ikhwa.
Kalau begitu, mengapa kita menuduh hujan yang berkah sebagai sumber malapetaka?
Kita sebagai orangtua tentu bisa mengamati kebugaran anak kita hari itu. Saat hujan turun. Kalau mereka tidak terlalu bugar kita bisa melarangnya. Tetapi kalau mereka sedang sehat dan bugar, mengapa kita larang?
Tak usah khawatir. Hujan adalah keberkahan. Adalah kesucian. Hujan adalah pengirim ketenangan. Hujan bahkan penghilang kotornya gangguan syetan (QS. Al Anfal: 11).
Maka ketika hujan, hendaknya anak-anak dididik untuk berdoa,
“Allahumma shoyyiban nafi’an.” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat]” (Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Selesai hujan-hujanan dididik anak untuk berdoa "Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih" [Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah (Bukhori Muslim)], silakan anak disuruh mandi, mengguyur kepalanya, minum madu, habbatus sauda’ dan lainnya. Agar kekhawatiran itu pergi. Dan keberkahanlah yang telah mengguyur kepala dan sekujur badan mereka.
 Sudah siap? Ayo, mandi-mandi hujan, Nak!

 --Sulsel, 1 Sya'ban 1435 H

Sumber : https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202076886912230


Sunday, June 8, 2014

MENGHAROMKAN "MEMUKUL DAN MENCUBIT" ANAK



Kekeliruan Buku Pendidikan (2): Mengharomkan "Memukul dan Mencubit" Anak

MARI kita sejenak membaca premis-premis beberapa tokoh dan artikel pendidikan seputar larangan memukul,
1.      Ayah Edy (penulis buku pendidikan) dalam subuah acara seminar berkata,  “...jangan pernah menghukum anak dengan menyetrap, memukul, atau menjewer."
2.      Sebuah artikel Smart Parenting, Arifah Handayani menulis, "Hukuman fisik menunjukkan bahwa tidak apa apa untuk melampiaskan kemarahan dengan pukulan atau memukul orang lain karena bersalah..."
3.      Dalam artikel berjudul 'Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Memukul Anak' dituliskan, "Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul... Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu ‘tindakan itu dibenarkan’..."
4.      Dalam detik.com, artikel berjudul "Ini Alasan Dokter Melarang Orang Tua Memukul Anak Sebagai Hukuman" tertulis,  "Para dokter anak dari divisi pediatrik Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal."

Dari ke-4 premis ini, kita hendaknya berfikir kritis. Tidak latah. Sebab ini adalah perkataan manusia, bukan wahyu. Sehingga, salah rasanya jika ada seorang manusia yang begitu mendengar warta seperti di atas, kemudian 'taqlid' (ikut-ikutan) tanpa mengecek keshahihan hal tersebut.

Bagaimana Islam menilai pukulan dalam pendidikan?
Pada dasarnya, pendidikan itu dengan lemah lembut, hikmah. Bahkan demikianlah sifat Rasulullah shollallohu alayhi wasallam yang disebutkan dalam Kitabullah: “Maka karena rahmat Allah-lah engkau bersikap lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
 (Ali ‘Imran: 159)
 Al-Hasan Al-Bashri rohimahulloh mengatakan:  “Ini adalah akhlak Muhammad shollallohu alayhi wasallam yang Allah utus dengan membawa akhlak ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/106)
Namun bagaimanapun, keadaan setiap anak berbeda. Demikian pula tabiat mereka. Di antara mereka ada yang cukup dengan pandangan mata untuk mendidik dan memarahinya, dan hal itu sudah memberikan pengaruh yang cukup mendalam serta membuatnya berhenti dari kesalahan yang dilakukannya. Ada anak yang bisa mengerti dan memahami maksud orang tua ketika orang tua memalingkan wajahnya sehingga dia berhenti dari kesalahannya. Ada yang cukup diberi pengarahan dengan kata kata yang baik.
Ada pula anak yang tidak dapat diperbaiki kecuali dengan pukulan. Tidak ada yang memberi manfaat padanya kecuali sikap yang keras. Saat itulah dibutuhkan pukulan dan sikap keras sekedar untuk memperbaiki keadaan si anak dengan tidak melampaui batas.
 
 Ibarat seorang dokter yang memberikan suntikan kepada seorang pasien. Suntikan itu memang akan terasa sakit bagi si pasien, namun itu hanya diberikan sesuai kadar penyakitnya. Sehingga boleh seseorang bersikap keras terhadap anak-anaknya manakala melihat mereka lalai atau mendapati kesalahan pada diri mereka.  (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 170-171)

Apa bukti bahwa dalam Islam ada metode memukul untuk mendidik anak?
Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) telah meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (Dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’u Ghalil, no. 247)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (1/357):
“Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh.”
Dikisahkan oleh Nafi’ rohimahulloh, maula (bekas budak) Abdullah bin ‘Umar rodiyallohu anhu:  “Bahwasanya Abdullah bin ‘Umar rodiyallohu anhu apabila mendapati salah seorang anggota keluarganya bermain dadu, beliau memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1273. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahih Al-Adabul Mufrad: shahihul isnad mauquf)
Lihatlah pendidikan Abdulloh bin Umar ini. Apakah ini tercela? Apakah ini pelampiasan marah? Betul. Dan marah itu ada 2, ada yang diridhoi oleh Alloh dan ada yang terlarang.
Marah jenis apakah yang diekspresikan Abdulloh bin Umar? Tentunya ia adalah marah yang diridhoi oleh Alloh, legal, bukan ilegal. Karena Abdulloh bin Umar dikenal sebagai ahlul ilm (orang yang berilmu). Sampai-sampai beliau disebutkan sebagai pencontoh nabi dalam segala sisi.
Sehingga, miris kita mendengar doktrin "larangan" memukul anak, bahkan mereka mengatakan memukul akan menjadikan anak juga sebagai tukang pukul. Sama sekali tidak! Itu adalah sarana pendidikan. Yang salah adalah jika pukulan itu bukan tujuannya mendidik, tetapi ekspresi kemarahan yang tidak diridhoi Alloh.
Sudahkah para 'ahli pendidikan' itu membaca hadits-hadits dan siroh para salaf dalam mendidik anak? Tidakkah mereka lihat, pada sebagian hidup mereka ada pola pendidikan bentuk pukulan?
Lihatlah pula Ummul Mukminin ‘Aisyah rodiyllohu anha, sebagaimana penuturan Syumaisah Al-’Atakiyyah:
“Pernah disebutkan tentang pendidikan bagi anak yatim di sisi ‘Aisyah, maka beliau pun berkata, 'Sungguh, aku pernah memukul anak yatim yang ada dalam asuhanku hingga dia telungkup menangis di tanah.”  (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 142, dan dikatakan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al Adabul Mufrad: shahihul isnad)
Suatu saat, al-Ustadz Dzulqarnain hafidzahloh (murid Syaikh Sholeh al-Faudzan) pun pernah mencubit beberapa anak santri yang ribut di saat sudah hendaknya ditegakkan sholat wajib.
Akan tetapi, ada yang perlu diperhatikan dalam hal ini. Orang tua dan guru tidak diperkenankan memukul wajah, memukul dalam keadaan sangat marah, tidak membuat kulit luka, atau tidak membuat tulang atau gigi menjadi patah, memukul di tempat umum, dan pukulan tidak lebih dari sepuluh kali, tujuannya semata untuk sarana pendidikan, bukan tujuan akhir.
Syaikh Sholeh al-Fauzan hafidzahulloh berkata,  “Pukulan merupakan salah satu sarana pendidikan. Sorang guru boleh memukul, seorang pendidik boleh memukul, orang tua juga boleh memukul sebagai bentuk pengajaran dan peringatan. Seorang suami juga boleh memukul isterinya apabila dia membangkang. Akan tetapi hendaknya memiliki batasan. Misalnya tidak boleh memukul yang melukai yang dapat membuat kulit lecet atau mematahkan tulang..." (Ighatsatul Mustafid Bi Syarh Kitab Tauhid, 282-284)
Inilah pendidikan Islam. Bukan Yahudi dan Nashoro. Yang mana konsep pendidikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Lihatlah hasil didikan Islami ini: Abu Bakar, Umar bin Khottob, Utsamn bin Affwan, Ali bin Abi Tholib, Abdulloh bin Umar, dll, siapa yang tidak mereka? Mereka merupakan output dari pendidikan Islami.

Sekarang kita tanya, mana hasil pendidikan non Islamiy? Yang lahir dari konsep non Islamiy adalah anak-anak yang penakut, lebay, alay, dll.
Terakhir, ada sebuah soal buat Anda.  Kenal Muhammad Al-Fatih?
Sosok fenomenal dalam Islam, tokoh yang menaklukkan Konstantinopel (Eropa) di usia 21 tahun. Lihat anak zaman sekarang? Apa yang mereka perbuat di usia 21 tahun! Pacaran, menanggur, merokok, Allohu Akbar!
Muhammad al-Fatih adalah sosok yang disebutkan salam sebuah hadits, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Bagaimana masa kecil beliau?
Akh Budi bercerita, "(Muhammad al-Fatih adalah) Anak kecil yang disiapkan dengan cara yang tidak biasa agar menjadi generasi yang tidak biasa.
Muhammad Al Fatih tidak hanya sekali ditegasi dengan pukulan. Di tangan guru awalnya, Ahmad bin Ismail Al Kurani, Muhammad Al Fatih merasakan sabetan untuk pelajaran pertamanya. Sebagaimana yang telah diamanahkan oleh sang ayah Murad II yang mengerti pendidikan, sang guru tak segan-segan untuk melakukan ketegasan itu.
 Sekali ketegasan untuk kemudian berjalan tanpa ketegasan. Tentu ini jauh lebih baik dan diharapkan oleh setiap keluarga, daripada dia harus tarik urat setiap hari dan menampilkan ketegasan setiap saat, karena jiwanya belum tunduk untuk kebaikan.
Mungkin, Muhammad Al Fatih kecil kecewa saat dipukul. Sangat mungkin hatinya terluka. Tapi pendidikan Islam tak pernah khawatir dengan itu, karena Islam mengerti betul cara membongkar sekaligus menata ulang. Semua analisa ketakutan tentang jiwa yang terluka tak terbukti pada hasil pendidikan Muhammad Al Fatih.
Tapi ada pukulan berikutnya dari guru berikutnya. Pukulan kedua ini yang lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al Fatih. Kali ini pukulan datang dari gurunya yang mendampinginya hingga ia kelak menjadi sultan; Aq Syamsuddin.
Bukti bahwa ini menjadi ‘kenangan’ yang terus berkecamuk di kepalanya adalah ketika Muhammad Al Fatih telah resmi menjadi sultan, dia bertanya kepada gurunya:
“Guru, aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya?”
Bertahun-tahun lamanya pertanyaan itu mengendap dalam diri sang murid. Tentu tak mudah baginya menyimpan semua itu. Karena yang disimpannya bukan kenangan indah. Tetapi kenangan pahit yang mengecewakan. Karena tak ada yang mau dipukul. Apalagi dia tidak merasa bersalah.
Jawaban gurunya amat mengejutkan. Jawaban yang menunjukkan memang ini guru yang tidak biasa. Pantas mampu melahirkan murid yang tidak biasa.
Jawaban yang menunjukkan metode dahsyat, yang mungkin langka dilakukan oleh metode pendidikan hari ini. Atau jangan-jangan sekadar membahasnya pun diharamkan oleh pendidikan hari ini.
Inilah jawaban Aq Syamsuddin,
“Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Dimana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaranuntukmu di hari ketika kamu. menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman.”

Ajaib!
Konsep pendidikan yang ajaib.
Hasilnya pun ajaib. Muhammad penakluk Konstantinopel. Maka, sampaikan kepada semua anak-anak kita. Bahwa toh kita tidak melakukan ketegasan seperti yang dilakukan oleh Aq Syamsuddin.
 Semua ketegasan kita hari ini; muka masam, cubitan, hukuman, pukulan pendidikan semuanya adalah tanaman yang buahnya adalah kebesaran mereka.
 Teruslah didik mereka dengan cara pendidikan Islami. Kalau harus ada yang diluruskan maka ketegasan adalah salah satu metode mahal yang dimiliki Islam.
Semoga suatu hari nanti, saat anak anak kita telah mencapai kebesarannya, kita akan berkata semisal Aq Syamsuddin berkata,
“Kini kau telah menjadi orang besar, nak. Masih ingatkah kau akan cubitan dan pukulan ayah dan bunda sore itu? Inilah hari ketika kau memetik hasilnya.”
Hari ini, saat masih dalam proses pendidikan, Anda pun bisa sudah bisa berkata kepada mereka,  “Hari ini mungkin kau kecewa, tapi suatu hari nanti kau akan mengenang ayah dan bunda dalam syukur atas ketegasan hari ini,” selesai penuturan Akh Budi.
Semoga tulisan ini kembali mengajak kita semua untuk membuka khazanah Islam sesuai pola didikan para salaf.
Kalau mereka berkata, bagaimana dengan perkataan Ali bin Abi Thalib,
“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka adalah generasi baru dan bukan generasi tatkala kamu dididik”.
Ini sanadnya mana? Sumbernya mana?
Yang benarnya, dengarkan perkataan Imam Malik bin Anas rohimahulloh ini,
”Tidak pernah baik akhir dari keadaan umat ini, kecuali dengan sesuatu yang para pendahulu mereka menjadi baik.” (Mawarid al Amaan hal. 265)
Itulah konsep pendidikan Rosululloh shollallohu alayhi wasallam, sebaik-baik konsep untuk hari ini dan selamanya.
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua...[Kusnandar Putra]
 --Sulsel, 29 Rajab 1435 H

Sumber : https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202072104992685

Friday, June 6, 2014

MENGHAROMKAN KATA "JANGAN"

Kekeliruan Buku Pendidikan (1): 
Mengharomkan Kata "Jangan"
 
 Salah seorang pendidik pernah berkata,  "Pintu terbesar yang paling mudah dimasuk oleh Yahudi adalah 2. Yaitu dunia psikologi dan dunia pendidikan."
 
 Karena itulah, berangkat dari hal ini. Kita akan mengupas beberapa "kekeliruan" pada buku-buku pendidikan, seminar, teori pendidikan, dll. Yang kadang sudah menjangkiti beberapa para pendidik muslim, para ayah dan ibu,

 
 1. Melarang Berkata "Jangan" pada Anak
 
 Beberapa waktu lalu, ana sepakat dengan hal ini. Maka dengan tertulisnya artikel ini, saya bertaubat kepada Alloh subhanahu wa ta'ala dari bahayanya doktrin di atas.
 
 Mari kita lihat, beberapa perkataan- perkataan 'dalam pendidikan' tentang larangan mengucapkan kata jangan pada anak,
 
 Diantaranya Ayah Edy, dia mengatakan pada buku 'Ayah Edy Menjawab hal. 30,
 
 "..gunakan kata-kata preventif, seperti hati-hati, berhenti, diam di tempat, atau stop. Itu sebabnya kita sebaiknya tidak menggunakan kata 'jangan' karena alam bawah sadar manusia tidak merespons dengan cepat kata 'jangan'..."
 
 Pada media online, detik.com, pernah menulis judul artikel 'Begini Caranya Melarang Anak Tanpa Gunakan Kata 'Tidak' atau 'Jangan', bertuliskan demikian,
 
 "...Tak usah bingung, untuk melarang anak tak melulu harus dengan kata jangan atau tidak..."
 
 Pada sebuah artikel lain, berjudul, "Mendidik Anak Tanpa Menggunakan Kata JANGAN” tertulis,
 
 "Kata 'jangan' akan memberikan nuansa negatif dan larangan dari kita sebagai orang tua, maka dari itu coba untuk mengganti dengan kata yang lebih positif dan berikan alasan yang dapat diterima anak..."
 
 Nah, inilah syubhat (keraguan). Indah nampaknya, tapi di dalamnya terkandung bahaya yang kronis.
 
 Mari kita bahas syubhat yang mereka gelontorkan.
 
 Sebelumnya, kalau kita mau teliti, mari kita tanyakan kepada mereka yang melarang kata 'jangan', apakah ini punya landasan dalam al-Qur'an dan hadits? Apakah semua ayat di dalam al-Qur'an tidak menggunakan kata "Laa (jangan)"? 
 
 Mereka pun mengatakan jangan terlalu sering mengatakan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an menggunakan kata “jangan". Allohu akbar, banyak sekali! Mau dikemanakan kebenaran ini? Apa mau dibuang? Dan diadopsi dari teori dhoif?
 
 Kalau mereka mengatakan kata jangan bukan tindakan preventif (pencegahan), maka kita tanya, apakah Anda mengenal Luqman AL-Hakim?
 
 Surah Luqman ayat 12 sampai 19. Kisah ini dibuka dengan penekanan Allah bahwa Luqman itu orang yang diberi hikmah, orang arif yang secara tersirat kita diperintahkan untuk meneladaninya (“ walaqod ataina luqmanal hikmah….” . dst)
 
 Apa bunyi ayat yang kemudian muncul? Ayat 13 lebih tegas menceritakan bahwa Luqman itu berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, JANGANLAH engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu termasuk dosa yang besar”.
 
 Inilah bentuk tindakan preventif yang divaliditas dalam al-Qur'an.
 
 Sampai pada ayat 19, ada 4 kata “ laa ” (jangan) yang dilontarkan oleh Luqman kepada anaknya, yaitu “laa tusyrik billah”, “fa laa tuthi’humaa”, “Wa laa tusha’ir khaddaka linnaasi”, dan “wa laa tamsyi fil ardli maraha”.
 
 Luqman tidak perlu mengganti kata “jangan menyekutukan Allah” dengan (misalnya) “esakanlah Allah”. 
 
 Pun demikian dengan “Laa” yang lain, tidak diganti dengan kata-kata kebalikan yang bersifat anjuran. 
 
 Mengapa Luqmanul Hakim tidak menganti "jangan" dengan "diam/hati-hati"? Karena ini bimbingan Alloh. Perkataan "jangan" itu mudah dicerna oleh anak, sebagaimana penuturan Luqman Hakim kepada anaknya. Dan perkataan jangan juga positif, tidak negatif. Ini semua bimbingan dari Alloh subhanahu wa ta'ala, bukan teori pendidikan Yahudi.
 
 Adakah pribadi psikolog atau pakar parenting pencetus aneka teori ‘modern’ yang melebihi kemuliaan dan senioritas Luqman? Tidak ada. Luqman bukan nabi, tetapi namanya diabadikan oleh Allah dalam Kitab suci karena ketinggian ilmunya. Dan tidak satupun ada nama psikolog kita temukan dalam kitabullah itu. 
 
 Membuang kata “jangan” justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar. Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi karena lebih memilih berdamai. 
 
 Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya. 
 
 Dan, kelak, ia tidak berzina bukan karena takut adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang tuanya. Nas alulloha salaman wal afiyah.
 
 Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma'ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi manusia yang dalam kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”. Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”.
 
 Itulah sebenar-benar paham liberal, yang ‘humanis’, toleran, dan menghargai pilihan- pilihan.
 
 Jadi, yakini dan praktikkanlah teori parenting Barat itu agar anak-anak kita tumbuh menjadi generasi liberal. Simpan saja AL-Qur’an di lemari paling dalam dan tunggulah suatu saat akan datang suatu pemandangan yang sama seperti kutipan kalimat di awal tulisan ini.
 
 Astagfirulloh!
 
 Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua...[]
 
 Bersambung...
 
 Rujukan: Al-Qur'an, Akh Budi, Akh Yazid
 --Bontote'ne, 28 Rajab 1435 H

Sumber :  https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202065869276796

Monday, May 5, 2014

APLIKASI INTERAKTIF HIJAIYAH PLUS UNTUK PEMULA


   بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Alquran) 
kepada hamba-Nya,dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya



Pustaka Abu Muazzam menghadirkan Media Interaktif Seri Pembelajaran untuk Pemula. Meskipun telah banyak program-program aplikasi atau software-software lain yang lebih baik dari aplikasi ini sudah banyak tersebar, namun tidak menjadikan halangan untuk dapat melengkapinya dengan bentuk yang lain.

Aplikasi ini, HIJAIYAH PLUS, dikhususkan untuk para putra-putri kaum muslimin atau pemula yang mulai belajar mengenal dan membaca huruf-huruf hijaiyah sebagai persiapan ke tahap berikutnya (membaca Al Qur'an). Mohon maaf apabila masih banyak kekurangannya.

Insya Alloh aplikasi ini gratis dan bebas untuk dikopi dan disebarluaskan demi kepentingan kemajuan pendidikan generasi penerus Islam.

HIJAIYAH PLUS merupakan aplikasi interaktif BACA TULIS HURUF HIJAIYAH UNTUK PEMULA yang mengenalkan semua hal yang berhubungan dengan huruf Hijaiyah (huruf arab) yang dilengkapi juga dengan Makhraj dan Sifatul Huruf. Aplikasi ini dilengkapi dengan suara/audio untuk setiap bagiannya.

Aplikasi ini terdiri dari 11 (sebelas) tahap dalam pembelajaran "Baca Tulis Huruf Hijaiyah" yaitu :
1. Pengenalan Huruf (plus Makhraj dan Sifatul Huruf)
2. Pengenalan Tanda Baca Fathah
3. Pengenalan Tanda Baca Kasrah
4. Pengenalan Tanda Baca Dhammah
5. Pengenalan Tanda Baca Sukun
6. Pengenalan Tanda Baca Tasydid
7. Pengenalan Tanda Madd
8. Pengenalan Tanda Baca Tanwin
9. Pengenalan Cara Penulisan Sambung Huruf
10. Pengenalan Cara Penulisan Huruf Hijaiyah (animasi)
11. Latihan

Semoga aplikasi ini dapat bermanfaat dan menjadikan amal sholeh yang terus mengalir. Aamiin.


 
 

File dapat diunduh di google drive
HIJAIYAH PLUS.rar

Insya ALLOH dapat dijalankan di :
Windows 2000, XP, Vista, 7, 8 or 10 (32/64-bit).

Klik Lihat petunjuk/cara mengunduh.
Semoga bermanfaat.