Kekeliruan Buku Pendidikan (2): Mengharomkan
"Memukul dan Mencubit" Anak
MARI kita sejenak membaca premis-premis
beberapa tokoh dan artikel pendidikan seputar larangan memukul,
1.
Ayah
Edy (penulis buku pendidikan) dalam subuah acara seminar berkata, “...jangan pernah menghukum anak dengan
menyetrap, memukul, atau menjewer."
2.
Sebuah
artikel Smart Parenting, Arifah Handayani menulis, "Hukuman fisik
menunjukkan bahwa tidak apa apa untuk melampiaskan kemarahan dengan pukulan
atau memukul orang lain karena bersalah..."
3.
Dalam
artikel berjudul 'Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Memukul Anak' dituliskan, "Memukul
anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul... Hukuman
fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu ‘tindakan itu
dibenarkan’..."
4.
Dalam
detik.com, artikel berjudul "Ini Alasan Dokter Melarang Orang Tua Memukul
Anak Sebagai Hukuman" tertulis, "Para dokter anak dari divisi pediatrik
Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik
harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal."
Dari ke-4 premis ini, kita hendaknya
berfikir kritis. Tidak latah. Sebab ini adalah perkataan manusia, bukan wahyu.
Sehingga, salah rasanya jika ada seorang manusia yang begitu mendengar warta
seperti di atas, kemudian 'taqlid' (ikut-ikutan) tanpa mengecek keshahihan hal
tersebut.
Bagaimana Islam menilai
pukulan dalam pendidikan?
Pada dasarnya, pendidikan itu dengan lemah
lembut, hikmah. Bahkan demikianlah sifat Rasulullah shollallohu alayhi wasallam
yang disebutkan dalam Kitabullah: “Maka karena rahmat Allah-lah engkau bersikap
lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras hati, tentu
mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
(Ali ‘Imran: 159)
(Ali ‘Imran: 159)
Al-Hasan Al-Bashri rohimahulloh
mengatakan: “Ini adalah akhlak Muhammad
shollallohu alayhi wasallam yang Allah utus dengan membawa akhlak ini.” (Tafsir
Ibnu Katsir, 2/106)
Namun bagaimanapun, keadaan setiap anak
berbeda. Demikian pula tabiat mereka. Di antara mereka ada yang cukup dengan
pandangan mata untuk mendidik dan memarahinya, dan hal itu sudah memberikan
pengaruh yang cukup mendalam serta membuatnya berhenti dari kesalahan yang
dilakukannya. Ada
anak yang bisa mengerti dan memahami maksud orang tua ketika orang tua
memalingkan wajahnya sehingga dia berhenti dari kesalahannya. Ada yang cukup diberi pengarahan dengan kata
kata yang baik.
Ada pula anak yang tidak dapat diperbaiki
kecuali dengan pukulan. Tidak ada yang memberi manfaat padanya kecuali sikap yang
keras. Saat itulah dibutuhkan pukulan dan sikap keras sekedar untuk memperbaiki
keadaan si anak dengan tidak melampaui batas.
Ibarat seorang dokter yang memberikan suntikan kepada seorang pasien. Suntikan itu memang akan terasa sakit bagi si pasien, namun itu hanya diberikan sesuai kadar penyakitnya. Sehingga boleh seseorang bersikap keras terhadap anak-anaknya manakala melihat mereka lalai atau mendapati kesalahan pada diri mereka. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 170-171)
Ibarat seorang dokter yang memberikan suntikan kepada seorang pasien. Suntikan itu memang akan terasa sakit bagi si pasien, namun itu hanya diberikan sesuai kadar penyakitnya. Sehingga boleh seseorang bersikap keras terhadap anak-anaknya manakala melihat mereka lalai atau mendapati kesalahan pada diri mereka. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 170-171)
Apa bukti bahwa dalam Islam ada metode memukul untuk mendidik anak?
Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) telah
meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan
shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh
tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (Dishahihkan oleh al-Albani dalam
Irwa’u Ghalil, no. 247)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam
kitab Al-Mughni (1/357):
“Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi
anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya
ketika sudah baligh.”
Dikisahkan oleh Nafi’ rohimahulloh, maula
(bekas budak) Abdullah bin ‘Umar rodiyallohu anhu: “Bahwasanya Abdullah bin ‘Umar rodiyallohu
anhu apabila mendapati salah seorang anggota keluarganya bermain dadu, beliau
memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.
1273. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahih Al-Adabul Mufrad: shahihul
isnad mauquf)
Lihatlah pendidikan Abdulloh bin Umar ini.
Apakah ini tercela? Apakah ini pelampiasan marah? Betul. Dan marah itu ada 2,
ada yang diridhoi oleh Alloh dan ada yang terlarang.
Marah jenis apakah yang diekspresikan
Abdulloh bin Umar? Tentunya ia adalah marah yang diridhoi oleh Alloh, legal,
bukan ilegal. Karena Abdulloh bin Umar dikenal sebagai ahlul ilm (orang yang
berilmu). Sampai-sampai beliau disebutkan sebagai pencontoh nabi dalam segala
sisi.
Sehingga, miris kita mendengar doktrin
"larangan" memukul anak, bahkan mereka mengatakan memukul akan
menjadikan anak juga sebagai tukang pukul. Sama sekali tidak! Itu adalah sarana
pendidikan. Yang salah adalah jika pukulan itu bukan tujuannya mendidik, tetapi
ekspresi kemarahan yang tidak diridhoi Alloh.
Sudahkah para 'ahli pendidikan' itu membaca
hadits-hadits dan siroh para salaf dalam mendidik anak? Tidakkah mereka lihat,
pada sebagian hidup mereka ada pola pendidikan bentuk pukulan?
Lihatlah pula Ummul Mukminin ‘Aisyah
rodiyllohu anha, sebagaimana penuturan Syumaisah Al-’Atakiyyah:
“Pernah disebutkan tentang pendidikan bagi
anak yatim di sisi ‘Aisyah, maka beliau pun berkata, 'Sungguh, aku pernah
memukul anak yatim yang ada dalam asuhanku hingga dia telungkup menangis di
tanah.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul
Mufrad no. 142, dan dikatakan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al Adabul
Mufrad: shahihul isnad)
Suatu saat, al-Ustadz Dzulqarnain
hafidzahloh (murid Syaikh Sholeh al-Faudzan) pun pernah mencubit beberapa anak
santri yang ribut di saat sudah hendaknya ditegakkan sholat wajib.
Akan tetapi, ada yang perlu diperhatikan
dalam hal ini. Orang tua dan guru tidak diperkenankan memukul wajah, memukul
dalam keadaan sangat marah, tidak membuat kulit luka, atau tidak membuat tulang
atau gigi menjadi patah, memukul di tempat umum, dan pukulan tidak lebih dari
sepuluh kali, tujuannya semata untuk sarana pendidikan, bukan tujuan akhir.
Syaikh Sholeh al-Fauzan hafidzahulloh
berkata, “Pukulan merupakan salah satu
sarana pendidikan. Sorang guru boleh memukul, seorang pendidik boleh memukul,
orang tua juga boleh memukul sebagai bentuk pengajaran dan peringatan. Seorang
suami juga boleh memukul isterinya apabila dia membangkang. Akan tetapi
hendaknya memiliki batasan. Misalnya tidak boleh memukul yang melukai yang
dapat membuat kulit lecet atau mematahkan tulang..." (Ighatsatul Mustafid
Bi Syarh Kitab Tauhid, 282-284)
Inilah pendidikan Islam. Bukan Yahudi dan
Nashoro. Yang mana konsep pendidikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Lihatlah hasil didikan Islami ini: Abu Bakar, Umar bin Khottob, Utsamn bin
Affwan, Ali bin Abi Tholib, Abdulloh bin Umar, dll, siapa yang tidak mereka?
Mereka merupakan output dari pendidikan Islami.
Sekarang kita tanya, mana
hasil pendidikan non Islamiy? Yang lahir dari konsep non Islamiy adalah anak-anak
yang penakut, lebay, alay, dll.
Terakhir, ada sebuah soal buat Anda. Kenal Muhammad Al-Fatih?
Sosok fenomenal dalam Islam, tokoh yang
menaklukkan Konstantinopel (Eropa) di usia 21 tahun. Lihat anak zaman sekarang?
Apa yang mereka perbuat di usia 21 tahun! Pacaran, menanggur, merokok, Allohu
Akbar!
Muhammad al-Fatih adalah sosok yang
disebutkan salam sebuah hadits, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan
Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan
yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin
Hanbal Al-Musnad 4/335]
Bagaimana masa kecil beliau?
Akh Budi bercerita, "(Muhammad
al-Fatih adalah) Anak kecil yang disiapkan dengan cara yang tidak biasa agar
menjadi generasi yang tidak biasa.
Muhammad Al Fatih tidak hanya sekali
ditegasi dengan pukulan. Di tangan guru awalnya, Ahmad bin Ismail Al Kurani,
Muhammad Al Fatih merasakan sabetan untuk pelajaran pertamanya. Sebagaimana
yang telah diamanahkan oleh sang ayah Murad II yang mengerti pendidikan, sang
guru tak segan-segan untuk melakukan ketegasan itu.
Sekali ketegasan untuk kemudian berjalan tanpa
ketegasan. Tentu ini jauh lebih baik dan diharapkan oleh setiap keluarga,
daripada dia harus tarik urat setiap hari dan menampilkan ketegasan setiap
saat, karena jiwanya belum tunduk untuk kebaikan.
Mungkin, Muhammad Al Fatih kecil kecewa
saat dipukul. Sangat mungkin hatinya terluka. Tapi pendidikan Islam tak pernah
khawatir dengan itu, karena Islam mengerti betul cara membongkar sekaligus menata
ulang. Semua analisa ketakutan tentang jiwa yang terluka tak terbukti pada
hasil pendidikan Muhammad Al Fatih.
Tapi ada pukulan berikutnya dari guru
berikutnya. Pukulan kedua ini yang lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al Fatih.
Kali ini pukulan datang dari gurunya yang mendampinginya hingga ia kelak
menjadi sultan; Aq Syamsuddin.
Bukti bahwa ini menjadi ‘kenangan’ yang
terus berkecamuk di kepalanya adalah ketika Muhammad Al Fatih telah resmi
menjadi sultan, dia bertanya kepada gurunya:
“Guru, aku mau bertanya. Masih ingatkah
suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku
mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya?”
Bertahun-tahun lamanya pertanyaan itu
mengendap dalam diri sang murid. Tentu tak mudah baginya menyimpan semua itu.
Karena yang disimpannya bukan kenangan indah. Tetapi kenangan pahit yang
mengecewakan. Karena tak ada yang mau dipukul. Apalagi dia tidak merasa
bersalah.
Jawaban gurunya amat mengejutkan. Jawaban
yang menunjukkan memang ini guru yang tidak biasa. Pantas mampu melahirkan
murid yang tidak biasa.
Jawaban yang menunjukkan metode dahsyat,
yang mungkin langka dilakukan oleh metode pendidikan hari ini. Atau
jangan-jangan sekadar membahasnya pun diharamkan oleh pendidikan hari ini.
Inilah jawaban Aq Syamsuddin,
“Aku sudah lama menunggu datangnya hari
ini. Dimana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa
pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus
mengganggumu. Maka ini pelajaranuntukmu di hari ketika kamu. menjadi pemimpin
seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena
mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman.”
Ajaib!
Konsep pendidikan yang ajaib.
Hasilnya pun ajaib. Muhammad penakluk
Konstantinopel. Maka, sampaikan kepada semua anak-anak kita. Bahwa toh kita
tidak melakukan ketegasan seperti yang dilakukan oleh Aq Syamsuddin.
Semua ketegasan kita hari ini; muka masam,
cubitan, hukuman, pukulan pendidikan semuanya adalah tanaman yang buahnya
adalah kebesaran mereka.
Teruslah didik mereka dengan cara pendidikan
Islami. Kalau harus ada yang diluruskan maka ketegasan adalah salah satu metode
mahal yang dimiliki Islam.
Semoga suatu hari nanti, saat anak anak
kita telah mencapai kebesarannya, kita akan berkata semisal Aq Syamsuddin
berkata,
“Kini kau telah menjadi orang besar, nak.
Masih ingatkah kau akan cubitan dan pukulan ayah dan bunda sore itu? Inilah
hari ketika kau memetik hasilnya.”
Hari ini, saat masih dalam proses
pendidikan, Anda pun bisa sudah bisa berkata kepada mereka, “Hari ini mungkin kau kecewa, tapi suatu hari
nanti kau akan mengenang ayah dan bunda dalam syukur atas ketegasan hari ini,”
selesai penuturan Akh Budi.
Semoga tulisan ini kembali mengajak kita
semua untuk membuka khazanah Islam sesuai pola didikan para salaf.
Kalau mereka berkata, bagaimana dengan
perkataan Ali bin Abi Thalib,
“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan
zamannya, karena mereka adalah generasi baru dan bukan generasi tatkala kamu
dididik”.
Ini sanadnya mana? Sumbernya mana?
Yang benarnya, dengarkan perkataan Imam
Malik bin Anas rohimahulloh ini,
”Tidak pernah baik akhir dari keadaan umat
ini, kecuali dengan sesuatu yang para pendahulu mereka menjadi baik.” (Mawarid
al Amaan hal. 265)
Itulah konsep pendidikan Rosululloh
shollallohu alayhi wasallam, sebaik-baik konsep untuk hari ini dan selamanya.
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi
taufik kepada kita semua...[Kusnandar Putra]
--Sulsel, 29
Rajab 1435 H
Sumber : https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202072104992685
No comments:
Post a Comment