Kekeliruan Mendidik (3): Melarang Anak "Bermain Hujan"
LANGIT mendung mulai melepaskan muatannya, titik-titik
air berlomba lomba mencapai bumi. Ada
yang senang dengan hawa sejuknya, ada yang riang karena bisa mendengar suara
katak bersahutan, dan ada yang cukup puas meski hanya melihat tetes tetes hujan
dari balik jendela. Di saat orang-orang bergegas mencari tempat berteduh,
kaki-kaki kecil justru mulai berlarian dan tertawa menyambut hujan.
Namun, tatkala sang ibu melihat sang anak mau
menyambut hujan, ibunya menampik,
"Nak,
pulang! Masuk ke rumah, jangan main hujan. Nanti kamu sakit!"
***
Demikianlah ekspresi beberapa orangtua saat megetahui
anak-anaknya mau bermain hujan. Mereka melarang anak-anaknya dengan berbagai
dalih.
Hal ‘sepele’ ini perlu dibahas karena anak-anak pasti
senang hujan-hujanan. Sementara para orangtua hari ini cenderung berkata:
jangan, nanti sakit, nanti masuk angin, nanti demam, nanti pilek, dst...
Apakah itu konsep parenting yang benar?
Dengarkan kisah Anas bin Malik radhiallahu anhu
berikut ini, Anas berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
kehujanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyingkap pakaiannya agar terkena
air hujan.
Kami bertanya: Ya Rasulullah, mengapa kau lakukan ini?
Beliau menjawab, “Karena dia baru saja Allah ciptakan." (HR. Muslim)
An Nawawi
menjelaskan hadits ini, “Maknanya bahwa
hujan adalah rahmat, ia baru saja diciptakan Allah ta’ala. Maka kita ambil
keberkahannya. Hadits ini juga menjadi dalil bagi pernyataan sahabat-sahabat
kami bahwa dianjurkan saat hujan pertama untuk menyingkap –yang bukan aurat-,
agar terkena hujan.” (Al Minhaj)
Ibnu Rajab dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa para sahabat Nabi pun
sengaja hujan-hujanan seperti Utsman bin Affan. Demikian juga Abdullah bin
Abbas, jika hujan turun dia berkata: Wahai Ikrimah keluarkan pelana, keluarkan
ini, keluarkan itu agar terkena hujan.
Ibnu Rajab juga menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib
jika sedang hujan, keluar untuk hujan-hujanan. Jika hujan mengenai kepalanya
yang gundul itu, dia mengusapkan ke seluruh kepala, wajah dan badan kemudian
berkata: Keberkahan turun dari langit yang belum tersentuh tangan juga bejana.
Abul Abbas Al Qurthubi juga menjelaskan,
“Ini yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam untuk mencari keberkahan dengan hujan dan mencari obat. Karena Allah
ta’ala telah menamainya rahmat, diberkahi, suci, sebab kehidupan dan menjauhkan
dari hukuman. Diambil dari hadits: penghormatan terhadap hujan dan tidak boleh
merendahkannya.” (Al Mufhim)
Ada sebuah kisah yang dipaparkan oleh seorang ikhwa,
"Ada kejadian yang sangat
menarik saat Syaikh Utsman As Salimi selesai member ikan ceramah. Saat itu
hujan cukup deras. Mobil yang akan ditumpangi Syaikh juga kehujanan.
Saat panitia sedang menyiapkan mobil untuk Syaikh
Utsman, tiba-tiba Syaikh Utsman menerjang hujan dan menunggu dibawah guyuran
hujan. Asatidz sempat kesulitan mencari payung dan menanyakan kepada panitia:
"Bagaimana Panitia Dauroh Yogya? Kasihan Syaikh
kalian kehujanan".
Kami panitiapun
qoddarullah kesulitan mencari payung untuk melindungi Syaikh dari guyuran
hujan. Namun Syaikh Utsman malah mondar-mandir di bawah guyuran hujan dengan
ceria, beliau bahkan membuka penutup kepala, menengadah ke langit dan
membiarkan hujan membasuh wajah dan rambut beliau lalu beliau mengusapnya
dengan ceria.
Al Ustadz Dzulqornain berkata: "Lihat! syaikh
sangat senang bermain hujan". Ustadz Abul Abbas mengatakan (yang artinya
kurang lebih), "Ya Syaikh hujan, hati-hati, nanti engkau sakit atau
kedinginan". Akan tetapi syaikh Utsman tetap senyum bahkan meyingkap jas
beliau," selesai penuturan ikhwa.
Kalau begitu, mengapa kita menuduh hujan yang berkah
sebagai sumber malapetaka?
Kita sebagai orangtua tentu bisa mengamati kebugaran
anak kita hari itu. Saat hujan turun. Kalau mereka tidak terlalu bugar kita
bisa melarangnya. Tetapi kalau mereka sedang sehat dan bugar, mengapa kita larang?
Tak usah khawatir. Hujan adalah keberkahan. Adalah
kesucian. Hujan adalah pengirim ketenangan. Hujan bahkan penghilang kotornya
gangguan syetan (QS. Al Anfal: 11).
Maka ketika hujan, hendaknya anak-anak dididik untuk
berdoa,
“Allahumma shoyyiban nafi’an.” [Ya Allah jadikanlah
hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat]” (Adabul Mufrod no. 686, dihasankan
oleh Syaikh Al Albani)
Selesai hujan-hujanan dididik anak untuk berdoa
"Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih" [Kita diberi hujan karena karunia
dan rahmat Allah (Bukhori Muslim)], silakan anak disuruh mandi, mengguyur
kepalanya, minum madu, habbatus sauda’ dan lainnya. Agar kekhawatiran itu
pergi. Dan keberkahanlah yang telah mengguyur kepala dan sekujur badan mereka.
Sudah siap?
Ayo, mandi-mandi hujan, Nak!
--Sulsel, 1 Sya'ban 1435 H
Sumber
: https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202076886912230
No comments:
Post a Comment