Tuesday, June 10, 2014

MELARANG ANAK "BERMAIN HUJAN"


Kekeliruan Mendidik (3): Melarang Anak "Bermain Hujan"

LANGIT mendung mulai melepaskan muatannya, titik-titik air berlomba lomba mencapai bumi. Ada yang senang dengan hawa sejuknya, ada yang riang karena bisa mendengar suara katak bersahutan, dan ada yang cukup puas meski hanya melihat tetes tetes hujan dari balik jendela. Di saat orang-orang bergegas mencari tempat berteduh, kaki-kaki kecil justru mulai berlarian dan tertawa menyambut hujan.
Namun, tatkala sang ibu melihat sang anak mau menyambut hujan, ibunya menampik,
"Nak, pulang! Masuk ke rumah, jangan main hujan. Nanti kamu sakit!"
   ***
 
Demikianlah ekspresi beberapa orangtua saat megetahui anak-anaknya mau bermain hujan. Mereka melarang anak-anaknya dengan berbagai dalih.
Hal ‘sepele’ ini perlu dibahas karena anak-anak pasti senang hujan-hujanan. Sementara para orangtua hari ini cenderung berkata: jangan, nanti sakit, nanti masuk angin, nanti demam, nanti pilek, dst...

Apakah itu konsep parenting yang benar?
Dengarkan kisah Anas bin Malik radhiallahu anhu berikut ini, Anas berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kehujanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyingkap pakaiannya agar terkena air hujan.
Kami bertanya: Ya Rasulullah, mengapa kau lakukan ini? Beliau menjawab, “Karena dia baru saja Allah ciptakan." (HR. Muslim)
 An Nawawi menjelaskan hadits ini,  “Maknanya bahwa hujan adalah rahmat, ia baru saja diciptakan Allah ta’ala. Maka kita ambil keberkahannya. Hadits ini juga menjadi dalil bagi pernyataan sahabat-sahabat kami bahwa dianjurkan saat hujan pertama untuk menyingkap –yang bukan aurat-, agar terkena hujan.”  (Al Minhaj)
Ibnu Rajab dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa para sahabat Nabi pun sengaja hujan-hujanan seperti Utsman bin Affan. Demikian juga Abdullah bin Abbas, jika hujan turun dia berkata: Wahai Ikrimah keluarkan pelana, keluarkan ini, keluarkan itu agar terkena hujan.
Ibnu Rajab juga menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib jika sedang hujan, keluar untuk hujan-hujanan. Jika hujan mengenai kepalanya yang gundul itu, dia mengusapkan ke seluruh kepala, wajah dan badan kemudian berkata: Keberkahan turun dari langit yang belum tersentuh tangan juga bejana.
Abul Abbas Al Qurthubi juga menjelaskan,
“Ini yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mencari keberkahan dengan hujan dan mencari obat. Karena Allah ta’ala telah menamainya rahmat, diberkahi, suci, sebab kehidupan dan menjauhkan dari hukuman. Diambil dari hadits: penghormatan terhadap hujan dan tidak boleh merendahkannya.” (Al Mufhim)
Ada sebuah kisah yang dipaparkan oleh seorang ikhwa,
 "Ada kejadian yang sangat menarik saat Syaikh Utsman As Salimi selesai member ikan ceramah. Saat itu hujan cukup deras. Mobil yang akan ditumpangi Syaikh juga kehujanan.
Saat panitia sedang menyiapkan mobil untuk Syaikh Utsman, tiba-tiba Syaikh Utsman menerjang hujan dan menunggu dibawah guyuran hujan. Asatidz sempat kesulitan mencari payung dan menanyakan kepada panitia:
"Bagaimana Panitia Dauroh Yogya? Kasihan Syaikh kalian kehujanan".
 Kami panitiapun qoddarullah kesulitan mencari payung untuk melindungi Syaikh dari guyuran hujan. Namun Syaikh Utsman malah mondar-mandir di bawah guyuran hujan dengan ceria, beliau bahkan membuka penutup kepala, menengadah ke langit dan membiarkan hujan membasuh wajah dan rambut beliau lalu beliau mengusapnya dengan ceria.
Al Ustadz Dzulqornain berkata: "Lihat! syaikh sangat senang bermain hujan". Ustadz Abul Abbas mengatakan (yang artinya kurang lebih), "Ya Syaikh hujan, hati-hati, nanti engkau sakit atau kedinginan". Akan tetapi syaikh Utsman tetap senyum bahkan meyingkap jas beliau," selesai penuturan ikhwa.
Kalau begitu, mengapa kita menuduh hujan yang berkah sebagai sumber malapetaka?
Kita sebagai orangtua tentu bisa mengamati kebugaran anak kita hari itu. Saat hujan turun. Kalau mereka tidak terlalu bugar kita bisa melarangnya. Tetapi kalau mereka sedang sehat dan bugar, mengapa kita larang?
Tak usah khawatir. Hujan adalah keberkahan. Adalah kesucian. Hujan adalah pengirim ketenangan. Hujan bahkan penghilang kotornya gangguan syetan (QS. Al Anfal: 11).
Maka ketika hujan, hendaknya anak-anak dididik untuk berdoa,
“Allahumma shoyyiban nafi’an.” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat]” (Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Selesai hujan-hujanan dididik anak untuk berdoa "Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih" [Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah (Bukhori Muslim)], silakan anak disuruh mandi, mengguyur kepalanya, minum madu, habbatus sauda’ dan lainnya. Agar kekhawatiran itu pergi. Dan keberkahanlah yang telah mengguyur kepala dan sekujur badan mereka.
 Sudah siap? Ayo, mandi-mandi hujan, Nak!

 --Sulsel, 1 Sya'ban 1435 H

Sumber : https://www.facebook.com/nobaden/posts/10202076886912230


No comments:

Post a Comment